Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beri Tahu, Jangan Disalahkan

1 Februari 2024   09:32 Diperbarui: 1 Februari 2024   09:44 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari saat Rasulullah SAW sedang duduk melingkar bersama beberapa sahabatnya di masjid, masuklah seorang Arab Baduwi. Semula Rasulullah dan para sahabat hanya melihat sekilas. Namun, semua terperanjat saat mengetahui orang Arab Baduwi itu berjalan ke pojok masjid dan buang air kecil.

Beberapa sahabat berteriak menegurnya. Umar bahkan merah mukanya dan hendak berdiri untuk memarahi si Arab Baduwi, tetapi Rasulullah mencegahnya.

"Jangan! Biarkan dulu dia menyelesaikan urusannya. Setelah selesai suruh dia ke sini, dan yang lain ambillah air seember, tumpahkan ke tempat dia tadi buang air," kata Rasulullah pelan.

Setelah si Arab Baduwi itu berada di hadapannya, Rasulullah kemudian menasihatinya, dan memberitahu bahwa tempat itu adalah masjid, tempat beribadah.

Di hari yang lain, juga saat berkumpul bersama para sahabatnya, Rasulullah didatangi seorang pemuda yang ingin masuk Islam.

"Ya, Rasulullah. Saya ingin masuk Islam, tapi bolehkah saya memohon satu hal?" tanya si Pemuda tersebut.

Rasulullah tersenyum, menampakkan muka yang bersahabat, "Alhamdulillah ..., tentu saja boleh. Ya, anak muda. Apa permintaanmu?"

Si Pemuda tidak segera menjawab, seperti ada keraguan untuk mengungkapkan keinginannya.

"Katakan saja," pinta Rasulullah.

"Ya, Rasulullah. Saya ingin mau masuk Islam, tapi ... mohon dibolehkan saya berbuat zina," jawab si Pemuda seraya menunduk.

Tersentak Rasulullah mendengarnya, begitupun para sahabat. Mereka bahkan menunjukkan roman muka kaget, kesal, dan marah. Namun, Rasulullah segera tersenyum.

Rasulullah lalu memegang pundak si Pemuda lalu berkata, "Baiklah. Apakah engkau masih memiliki ibu?"

"Masih, ya Rasulullah."

"Apakah engkau juga memiliki adik, kakak, atau keponakan perempuan?"

"Punya, ya Rasulullah." Si Pemuda menjawab dengan mimik muka bingung, mengapa Rasulullah menanyakan itu semua.

"Begini ..., bagaimana sekiranya kalau ada orang yang berzina dengan ibumu. Apakah engkau senang?" Rasulullah menatap wajah di pemuda.

Si Pemuda sejenak terdiam, lalu menjawab, "Tentu saja tidak, ya Rasulullah."

"Lalu, kalau kakak, adik, atau keponakanmu yang perempuan itu ada yang menzinahi. Apakah engkau juga akan senang?"

Si Pemuda menatap wajah Rasulullah, menunjukkan rona tidak senang. "Tentu saja tidak, ya Rasulullah," katanya dengan nada tinggi.

Rasulullah tersenyum. "Begitupun orang-orang yang dekat dengan wanita yang engkau zinahi. Mereka tentu tidak akan senang."

Si Pemuda kaget mendengarnya. Beberapa jenak dia termenung. Kemudian berkata, "Ya Rasulullah. Saya akan masuk Islam dan saya berjanji tidak akan berzinah."

Dua fragmen dari kisah hidup Rasulullah di atas mengajarkan kita untuk tidak terburu-buru menyalahkan orang lain yang melakukan kesalahan, atau melakukan sesuatu yang menurut kita tidak seharusnya dilakukan. Apalagi kalau sampai memarahinya, membuatnya malu, atau memvonisnya sebagai orang yang bersalah.

Si Arab Baduwi mungkin sedang dalam perjalanan dan kebelet ingin buang air kecil. Melihat masjid dikiranya toilet umum, maka tanpa merasa bersalah dia masuk dan menunaikan hajatnya.

Rasulullah sangat bijak dan tahu kalau si Arab Baduwi belum paham. Beliau mencegah para sahabat memarahi si Arab Baduwi, karena mungkin saja si Arab akan kaget atau takut lalu dia berlari dan air seninya bercipratan kemana-mana. Rasulullah meminta para sahabat untuk menunggu sampai si Arab Baduwi menyelesaikan hajatnya, baru kemudian menegurnya.

Begitupun ketika mendengar permintaan seorang pemuda yang minta dibolehkan berzinah. Rasulullah tidak marah, tidak tersinggung, karena beliau tahu kalau si Pemuda belum paham. Kemudian Rasulullah menasihatinya dengan lemah lembut, sampai si Pemuda memahami jeleknya perbuatan zinah.

Jangan mudah menyalahkan. Beritahu saja. Itu hikmah dari dua kisah di atas. Karena tidak setiap orang punya pemahaman atau pengetahuan yang sama dengan kita. Kalau sudah diberitahu tetapi tetap melakukan, itu lain persoalan.

Kedua kasus di atas contoh bersikap pada orang yang betul-betul melakukan sebuah kesalahan. Buang air kecil di masjid dan berzinah secara syariat adalah perbuatan dosa. Namun, Rasulullah memberi contoh kepada kita, bagaimana seharusnya menyikapinya.

Apalagi untuk suatu perbuatan yang masih ada perbedaan pendapat tentang salah tidaknya. Misalnya dalam tata cara beribadah. Sudah seharusnya kita bersikap lebih bijak. Tidak gampang memvonis atau menyalahkan, tidak mudah membidahkan. Bisa jadi ada orang yang melakukan cara ibadah tertentu, yang berbeda dengan kita, dikarenakan dia belum tahu atau punya referensi yang berbeda, yang justru kita yang belum mengetahuinya.

Ada satu kaidah sederhana supaya kita bisa bersikap bijak saat melihat seseorang melakukan satu cara ibadah yang berbeda dengan kita.

'Ilmui apa yang kita amalkan, dan ilmui apa yang orang lain amalkan'.

Ilmui maksudnya pelajari, cari tahu ilmunya dari rujukan yang benar. Untuk cara ibadah yang kita lakukan, tentu wajib kita mempelajarinya. Karena sangat berdosa apabila kita melakukan sesuatu tanpa disertai ilmunya.

Begitupun saat melihat orang lain melakukan cara ibadah yang berbeda. Ilmui, cari tahu ilmunya, rujukannya yang dipakai orang itu. Karena barangkali kita memang belum mengetahuinya. Daripada memvonisnya melakukan perbuatan bidah, alangkah baiknya kalau justru memunculkan kepenasaran kita untuk mencari tahu dasar hukumnya.

Perbedaan-perbedaan dalam ibadah atau khilafiyah selayaknya justru memunculkan forum-forum diskusi yang mempertemukan pihak yang berbeda tersebut. Forum diskusi yang dingin yang didasari semangat ukhuwah Islamiyah.

Tidak seperti yang terjadi sekarang, saat satu pihak membahas 'kesalahan' pihak lain, tapi dilakukan di forum yang tidak dihadiri oleh pihak lain itu. Untuk kemudian dibalas (dijawab) oleh pihak yang disalahkan di forum yang serupa, forum yang homogen, tanpa kehadiran pihak yang lain.

Wallahu'alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun