Berbagai rasa bercampur-baur di dalam hati ini saat menghadiri prosesi pelantikan petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), se-kelurahan Kahuripan, hari Kamis tanggal 25 Januari 2024 lalu.Â
Saya, yang sebenarnya sudah tidak masuk kategori untuk menjadi petugas KPPS, karena faktor usia, tetap dipaksa untuk ikut. Alasannya, perlu ada yang berpengalaman menjadi petugas KPPS.Â
Dan ternyata benar, saat didata dari 420 orang petugas KPPS yang dilantik, hanya seperempatnya yang pernah menjadi petugas KPPS di Pemilu 2019, termasuk saya.Â
Salah satu alasan mereka yang di Pemilu 2019 jadi petugas KPPS sekarang tidak mau lagi, adalah faktor kelelahan. Dan dibuktikan dengan banyaknya anggota KPPS saat itu yang meninggal. Konon kabarnya sampai ratusan orang.Â
Memang saya mengalami sendiri. Saat itu, Pemilu 2019, diperkirakan proses penghitungan suara dengan pemberkasan paling malam akan selesai pada pukul 22.00, ternyata mulur sampai subuh, bahkan ada TPS yang sampai pagi.
Yang dirasakan oleh petugas KPPS bukan hanya lelah fisik, tapi juga lelah mental karena harus menghadapi para saksi Parpol yang tidak puas.
Maka wajar kalau sekarang mereka tidak lagi berminat menjadi petugas KPPS, walaupun fee-nya dinaikkan. Akibatnya petugas KPPS sekarang didominasi oleh orang-orang baru.
Dan itu yang membuat saya memiliki banyak rasa. Pertama, ada rasa khawatir pelaksanaan Pemilu di hari Rabu tanggal 14 Februari 2024 nanti berjalan tidak atau kurang sukses.
Alasannya, bimtek (bimbingan teknis) yang diberikan oleh PPS (Panitia Pemungutan Suara) dan PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) kepada petugas KPPS hanya berlangsung satu hari. Itu pun hanya beberapa jam. Padahal materi yang harus dipahami oleh petugas KPPS sangat banyak.
Kedua, ada rasa optimis, karena mereka yang sekarang terseleksi menjadi petugas KPPS kebanyakan anak muda. Perhitungan saya, di kelurahan saya, 60 persennya berusia di bawah 30 tahun.Â
Ketiga, saya merasa akan kerepotan saat bertugas di hari Pemilu nanti. Masalahnya, dari tujuh petugas KPPS di TPS saya, hanya saya sendiri yang pernah menjadi petugas KPPS.
Keempat, sampai hari ini, enam belas hari menjelang pelaksanaan Pemilu, belum ada kejelasan besarnya anggaran untuk pendirian TPS dan sosialisasi ke masyarakat pemilih.
Bukan apa-apa, di musim hujan seperti sekarang, untuk keselamatan dan kenyamanan bersama, idealnya TPS itu di dalam ruangan atau indoor. Masalahnya, gedung yang bisa dipakai tanpa sewa, seperti sekolah, kantor RW, dan sebagainya, terbatas.Â
Selain itu harus sewa. Seharusnya paling lambat di H-3 sudah memberikan uang DP ke pemilik gedung, sehingga petugas KPPS sudah bisa bekerja menyiapkan TPS.Â
Selain gedung, prasarana lainnya yang harus sewa adalah kursi, meja, papan tulis, dan yang lainnya. Dan itu semua tidak cukup satu dua buah.Â
Biaya lain yang diperlukan adalah biaya untuk sosialisasi atau publikasi pelaksanaan Pemilu kepada masyarakat (pemilih). Saat bimtek kemarin, KPPS diharuskan sudah menginformasikan pelaksanaan Pemilu kepada pemilih sejak H-5.
Walaupun saat bimtek itu dijelaskan ada beberapa alternatif media yang bisa digunakan, tetapi yang paling efektif adalah melalui spanduk. Jelas dibutuhkan biaya untuk pembuatan spanduk.
Tentu saja ada biaya-biaya lainnya untuk membuat TPS yang nyaman dan aman, supaya pemilih maupun petugas KPPS dapat melaksanakan Pemilu dengan tenang.
Itu yang saya rasakan sekarang setelah dilantik menjadi petugas KPPS dan menerima bimbingan teknis.Â
Semoga saja segala kekhawatiran saya di atas tidak terjadi. Semoga pelaksanaan Pemilu di tahun 2024 ini berlangsung dengan lancar tanpa ada hambatan sekecil apapun.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H