Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Saat Kampanye, Caleg Harus Memahami Perilaku Generasi Milenial

29 Januari 2024   16:28 Diperbarui: 29 Januari 2024   19:30 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua pekan lagi pemilihan umum (Pemilu) akan dilaksanakan. Para Caleg pun semakin sibuk, sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun, Selasa 28 November 2023, meniup peluit tanda masa kampanye di mulai. Walaupun, sebelum tanggal 28 itu banyak Caleg sudah berkampanye memanfaatkan media sosial.

Media sosial dan media messenger memang sekarang menjadi unggulan sebagai media kampanye. Khususnya kalau ingin menyasar pemilih pemula atau generasi milenial dan gen-z. Jangan salah, mereka di Pemilu nanti jumlahnya cukup banyak.

Menurut data dari KPU, dari jumlah pemilih untuk Pemilu 2024 yang mencapai 204.807.222 pemilih, 33,6%-nya atau sebanyak 66.822.389 orang adalah pemilih milenial. Sedangkan pemilih dari generasi Z (Gen-Z) ada sebanyak 22,85% atau 46.800.161 pemilih.

Baca juga: Memahami Parpol

Generasi milenial adalah sebutan untuk orang yang lahir pada 1980 hingga 1994. Sedang Gen-Z adalah orang yang lahir mulai 1995 hingga 2000-an. Kalau saja diakumulasikan, total pemilih dari dua generasi ini, maka jumlahnya lebih dari 113 juta pemilih, atau sebanyak 56,45% dari total keseluruhan pemilih. Untuk memudahkan, saya menyebut untuk kedua generasi tersebut sebagai generasi milenial saja.

Generasi milenial adalah masyarakat sosial yang melek dan adaptable pada teknologi. Mereka cenderung suka memanfaatkan teknologi untuk mempermudah segala aktivitas, tak terkecuali aktivitas belanja. Fenomena menjamurnya toko online adalah salah satu indikasinya. Selain toko online, forum, media sosial sekarang juga banyak digunakan sebagai selling channel.

Salah satu perilaku generasi milenial yang perlu diperhatikan oleh tim kampanye adalah perilaku 'kepo'. Sehingga mereka sering juga dipanggil 'generasi kepo'. Karena mereka, sebelum memutuskan membeli suatu produk, mereka terlebih dahulu akan mencari informasi melalui internet maupun media sosial. Review tentang produk di internet dan media sosial akan dijadikan rujukan oleh mereka.

Istilah word of mouth (dari mulut ke mulut) akan mengalami perubahan menjadi word of internet atau word of social media. Hasil riset Alvara Reseach Center tahun 2015 menemukan bahwa informasi produk yang paling banyak di cari oleh generasi milenial di internet adalah informasi tentang price (harga), feature product (tentang produk dan kemasannya), kemudian diikuti oleh promotion program (cara promosi) dan customer review (ulasan dari pembeli lain).

Perilaku generasi milenial yang selalu berpatokan pada empat hal tersebut -- price, feature product, promotion program, dan customer review -- harus juga menjadi perhatian para caleg, kalau mereka ingin di'beli' oleh generasi milenial.

Menurut penjelasan Dr. Asep Setiawan, Dosen Magister Ilmu Komunikasi, dalam Lectures Series virtual dengan topik 'Aspirasi dan Partisipasi Milenial dalam Pemilu 2024', hari Selasa 22 Agustus 2023, dalam faktor politik yang menentukan partisipasi kalangan milenial adalah kesadaran akan kredibilitas calon dan relevansi program-program mereka dalam mengatasi isu-isu yang dianggap penting oleh generasi milenial memiliki dampak signifikan terhadap partisipasi politik mereka.

Identifikasi yang jelas serta pandangan politik kandidat yang sejalan dengan keyakinan mereka dapat menjadi pendorong generasi milenial untuk turut serta dalam memilih calon dan partai. Pengkajian mendalam tentang pandangan politik generasi ini dan ketersesuaian dengan pandangan calon politik dapat menjadi dasar bagi strategi kampanye yang lebih relevan.

Selanjutnya menurt DR. Asep, perilaku generasi milenial cenderung menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam ranah politik. Mereka memiliki keinginan untuk memahami dengan jelas kebijakan politik, sumber daya yang digunakan, dan integritas calon serta partai politik.

"Ketidaktransparanan atau skandal politik dapat menghambat partisipasi politik mereka. Kesadaran mengenai kualitas transparansi dan akuntabilitas calon dapat memengaruhi tingkat partisipasi generasi milenial." Demikian penjelasan DR. Asep Setiawan.

Perlu diperhatikan juga oleh para caleg, bahwa - dikutip dari Mashable -- generasi milenial tidak tertarik dengan iklan televisi dan media cetak yang hanya dianggap cocok untuk generasi tua. Mereka lebih tertarik pada iklan yang ditayangkan melalui content video di internet maupun dalam bentuk digital marketing lainya.

Perilaku generasi milenial lainnya yang perlu menjadi perhatian adalah daya kritis dan kemampuannya mempengaruhi publik dengan memanfaat media sosial.

Masih ingat, kan, saat seorang milenial mengritik pembangunan infrastruktur di provinsi Lampung? Kritikan yang disampaikan melalui media sosial itu pun menjadi viral, bahkan sampai presiden Jokowi pun harus turun langsung ke lokasi yang dimaksud. Ini menunjukkan perilaku generasi milenial pun tidak abai terhadap politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun