Ali bin Abi Thalib menurunkan pedang Dzulfikar-nya dengan pelan. Untuk beberapa jenak Ali bin Abi Thalib tertegun melihat muka lawannya. Lalu, tanpa berbuat apa-apa, Ali bin Abi Thalib membalikkan badannya dan berjalan meninggal lawannya yang masih terlentang dan sudah pasrah hidupnya akan berakhir saat itu juga.Â
Beberapa orang sahabat yang melihat peristiwa itu terheran-heran oleh tindakan Ali bin Abi Thalib yang meninggalkan lawannya begitu saja.Â
Beberapa sahabat yang penasaran itu kemudian mengejar Ali bin Thalib.Â
"Wahai, Ali. Apa yang kau lakukan? Mengapa kau tidak jadi mengakhiri hidup si Quraisy itu?" tanya salah seorang sahabat.Â
"Aku hampir saja mengayunkan pedangku untuk memenggal kepalanya. Tapi tidak jadi karena dia telah meludahi mukaku!" jawab Ali bin Abi Thalib.Â
"Lalu, masalahnya apa kalau dia meludahi mukamu?" Sahabat yang lain bertanya makin penasaran.Â
Ali bin Abi Thalib menyempatkan tersenyum sebelum menjawab, "Aku hanya khawatir!"
"Khawatir kenapa?"
"Setelah diludahi, emosiku muncul, aku marah. Makanya aku tidak jadi memenggal kepalanya. Karena aku khawatir, aku membunuhnya karena nafsu, karena marah, bukan karena Allah!" jawab Ali bin Abi Thalib.Â
Para sahabat pun saling pandang mendengar jawaban Ali bin Abi Thalib. Beberapa di antara mereka bahkan menggelengkan kepala, tanda heran sekaligus takjub pada akhlak Ali bin Abi Thalib.Â
---