Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Film

Kejujuran Selalu Menang

11 Juli 2023   14:46 Diperbarui: 11 Juli 2023   14:49 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: ngopibarengid

Kalau Anda ingin mencuci mata, nontonlah film 'Miracle in Cell No 7'.

Maaf, yang saya maksud mencuci mata adalah pengertian yang sebenarnya. Bukan cuci mata dalam arti kiasan, melihat yang 'herang-herang' atawa serba glowing.

Saya jamin, selama dua jam lebih, mata Anda akan tercuci oleh air mata yang mengalir selama menonton film tersebut. Bahkan saya, yang termasuk pantang meneteskan airmata saat nonton film, menangis juga.

Film ini merupakan remake dari film Korea dengan judul yang sama. Pertama kali ditayangkan tahun 2019. Sebenarnya film ini ceritanya sederhana. Namun sang sutradara, Mehmet Ada ztekin, sangat cerdas memilih pemain dan mengatur tempo, termasuk mengatur musik pengiring adegan. Terus terang, menurut saya, justru alunan musiklah yang membuat mata ini mengalir.

Menceritakan kehidupan seorang ayah dengan keterbatasan mental, bernama Memo, yang hidup bersama anak perempuannya, Ova, dan ibunya, nenek Ova. Teman-teman Ova sering meledek dan mengganggu ayahnya karena berbeda, tapi Ova tidak pernah malu. Justru ia sayang sekali pada ayahnya itu.

Ova sangat menginginkan sebuah tas dengan gambar Heidi. Setelah lama mengumpulkan uang, Memo akhirnya mampu membeli tas itu. Hanya saja, tas tersebut keburu terjual pada anak perempuan lain, namanya Seda, putri seorang pejabat militer. Ayah Seda ini bahkan sempat menampar Memo, karena dianggap mau merebut tas Seda.

Suatu hari, Seda tak sengaja bertemu dengan Memo yang sedang menggembala hewan ternak. Memo telah memperingatkan gadis itu kalau jalanan berbahaya, tapi Seda tidak mendengarkan.

Seda tergelincir jatuh, kepalanya terbentur, dan meninggal seketika. Ayah Seda yang seorang petinggi militer pergi mencari anaknya yang hilang. Dengan bantuan anak buahnya, akhirnya Seda ditemukan dalam keadaan telah meninggal dunia, dan ada dalam pelukan Memo, yang sebenarnya hendak menolong Seda.

Tak bisa mengelak, Memo pun dituduh telah membunuh Seda. Tidak bisa menjelaskan karena keterbelakangan mentalnya, serta ada motif terkait tas dimiliki Seda, mau tak mau Seda pun akhirnya di penjara, dan dimasukan ke sel nomor 7.

Melihat kondisi Memo, teman-teman satu selnya menyadari bahwa tidak mungkin Memo tega membunuh seorang anak kecil. Sementara itu, Ova bertemu dengan seorang serdadu yang ingin membelot (desertir) yang menyaksikan peristiwa Seda terjatuh. Dan dia pun menyanggupi untuk menjadi saksi bahwa Memo tidak bersalah.

Teman-teman satu sel terus memaksa kepala lapas bahwa Memo tidak bersalah dan tidak layak untuk dihukum mati. Sementara kepala lapas mendapat tekanan untuk segera mengeksekusi Memo dengan cara digantung.

Kehadiran serdadu yang bersedia menjadi saksi membuat saya mengira cerita akan segera berakhir dengan happy ending, Memo dibebaskan dari segala tuduhan. Eh, ternyata saya salah. Si petinggi militer, ayah korban, ternyata masih tidak rela kalau Memo sampai dibebaskan, makanya dia masih 'bermain' untuk mencegah si desertir bersaksi.

Di sinilah pintarnya pembuat skenario dan sutradara, ternyata ada twist di akhir kisah. Twist - yang saya kira - semua penonton tidak akan memprediksi bakal terjadi.

Lalu, bagian mana yang menyedihkannya?

Pertama, saat Ova saling panggil dengan ayahnya, Memo, dengan dibatasi tembok penjara. Kedua, saat Ova - dengan bantuan teman-teman satu sel Memo - berhasil masuk penjaran dan bertemu dengan ayahnya. Dan, yang paling menyayat hati, saat Memo dapat kabar bahwa ibunya telah meninggal dunia. Tentu saja saya tidak akan menjelaskan detailnya. Itu termasuk spoiler, tidak bagus untuk Anda yang akan menonton film-nya.

Saya tidak biasa mencari kekurangan apa pun yang saya resensi, film maupun buku. Dan, film ini betul-betul tidak ada kekurangannya, menurut saya. Dua jam lebih film mengalir dengan tanpa sedikit pun adegan yang percuma.

Salut saya khususnya kepada Aras Bulut Iynemli, yang berhasil dengan sempurna memainkan seseeorang yang autis. Kalau saya bertemu di jalan, dengan perannya itu, saya akan menyangka dia benar-benar seorang yang autis.

Begitupun untuk Nisa Sofiya Aksongur, yang bermain sebagai Ova, anak kecil lucu dan tidak terlihat canggung dalam berakting.

Oh ya, saya nontonnya di Youtube, sudah ada yang ada subtitle Indonesia, kalau Anda mau nonton juga. Jangan lupa saja, kalau mau nonton jangan lupa bawa tisu atau sapu tangan.

Sebagai penutup, saya akan menuliskan quotes yang tertulis di tembok penjara. 'EDEPLE GELEN SAYGIYLA GIDER (Yang Datang dengan Sopan akan Pergi dengan Terhormat)'

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun