Bu Menik baru sepuluh menit keluar pasar pagi itu, saat motornya tiba di belokan kedua dan dihentikan polisi dengan tiba-tiba.
Tentu saja Bu Menik, yang nama lengkapnya Sumenikmati Sedoyo, kaget. Sampai harus mengerem mendadak. Lima bungkus kerupuk kulit yang digantung di setang motor pun jatuh. Bu Menik kaget, karena pertama tidak menyangka akan dihentikan polisi begitu membelokkan motornya. Kedua, kaget karena tidak biasanya ada operasi di pagi-pagi begitu.
Bu Menik memang hampir tiap pagi, bahkan sebelum matahari betul-betul muncul, ke pasar untuk belanja untuk mengisi warung miliknya. Setiap hari dia melalui jalan yang sama, jalan yang menghubungkan rumahnya dengan pasar. Dan, seingat dia, selama ini tidak pernah ada polisi yang melakukan operasi. Kalaupun ada di siang hari, setelah Bu Menik selesai belanja.
Entah mengapa saat itu polisi melakukan razia pagi-pagi sekali, dan di jalur yang dilewati Sumenikmati. Mungkin karena semalam dapat laporan ada yang kehilangan motor di pasar.
Setelah motor Sumenikmati berhenti, seorang polisi mendekat dan berkata, "Selamat pagi, Bu Menik. Maaf mengganggu perjalanannya."
Sumenikmati terkejut polisi itu mengetahui namanya. Setelah memperhatikan dengan seksama, ternyata polisi itu masih tetangga satu perumahan, bahkan salah seorang pelanggan warungnya.
"Oooh ..., Pak Sukardinas. Kirain siapa. Ada apa, ya Pak?" tanya Sumenikmati.
"Pemeriksaan biasa, Bu. Memeriksa surat-surat dan kelengkapan motor. Ibu bawa STNK dan SIM?"
"Oh bawa, Pak!" jawab Sumenikmati sambil membuka dompetnya, dan mengeluarkan STNK dan SIM, dan menyerahkannya ke polisi yang tetangganya itu.
Polisi yang bernama Sukardinas itu pun mengangguk-angguk saat memperhatikan STNK dan SIM Sumenikmati. Lalu dia memperhatikan motor, semua diperhatikan. "Oke, lengkap. Spion kiri-kanan, lampu nyala semua, klakson bunyi, knalpot standar. Bagus."