Suatu hari Khalifah menghadiahi Nasrudin seekor keledai. Tentu saja Nasrudin menerimanya dengan senang hati.
Namun kebahagiaannya terjeda saat  Khalifah berkata, "Ajari keledai itu membaca. Dalam dua pekan, datanglah kembali ke mari. Bawa keledi itu dan kita lihat hasilnya."
Nasrudin pulang membawa keledai, seraya berpikir selama perjalanan pulang. Bagaimana cara mengajari keledai membaca. Menjelang sampai rumahnya, Nasrudin pun tersenyum. Rupanya dia sudah punya ide.
Dua pekan kemudian.
Dengan senyum tersimpul di mulut, Nasrudin memasuki istana. Tanpa banyak bicara, Khalifah menunjuk ke sebuah buku besar yang di letakkan di sebuah meja kecil.
Nasrudin pun menggiring keledainya ke arah buku itu, dan membuka sampulnya.
Beberapa jenak si keledai menatap buku itu, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman terakhir.
"Demikianlah," kata Nasrudin sambil membungkukkan badan ke Khalifah, "Keledai hamba sudah bisa membaca."
Khalifah penasaran, "Bagaimana caramu mengajari keledai itu membaca, Nasrudin?"
Nasrudin kemudian menjelaskan caranya, "Sesampainya di rumah, hamba siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan hamba sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa makan biji-biji gandum itu. Setiap hari itu hamba lakukan itu, Yang Mulia. Sampai keledai ini terlatih betul untuk membolak-balik halaman buku dengan benar."
Â
"Tapi," tukas Khalifah. Sepertinya kurang puas, "Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya ?"
Nasrudin menyempatkan tersenyum sebelum menjawab, "Memang demikianlah cara keledai membaca, Yang Mulia. Hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Jadi, kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, berarti kita tidak berbeda dengan keledai ini."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H