"Seperti biasa jam-jam segini saya sedang memasak. Saat keluar dapur saya melihat orang ini sedang duduk di pinggir kedai saya," lanjutnya. "Saya lalu mendekati orang ini dan bertanya, 'sedang apa di sini?' orang ini menjawab, 'sedang menikmati wangi makanan yang engkau masak'."
"Terus?" Abu Nawas memotong karena penasaran.
"Saya tentu saja tidak suka apa yang dia lakukan. Saya kemudian berkata kepada orang ini, 'Anda harus membayar makanan yang telah engkau cium wanginya', tetapi orang ini menolak."
Abu Nawas lantas menoleh ke orang kedua.
Tanpa menunggu pertanyaan dari Abu Nawas, orang kedua itu lantas berkata, "Tentu saja saya menolak. Sejak kapan mencium wangi makanan harus bayar? Kenyang juga tidak."
"Tapi Anda menikmatinya, kan? Anda menikmati wanginya walaupun tidak memakannya. Itupun kenikmatan yang harus dibayar!" Orang yang pertama berkata sambil mengarahkan telunjuknya ke muka orang kedua.
"Tidak! Sampai kapan pun aku tidak akan membayarnya." Orang kedua membalas sama kerasnya.
"Memangnya berapa dia harus membayar wangi makanan Anda?" Abu Nawas bertanya.
"Dua keping perak cukup kurasa," jawabnya.
"Lihat, betapa mahalnya dia meminta bayaran," kata si orang kedua.
"Baiklah, saya yang akan membayarnya." Abu Nawas berkata sambal merogoh saku bajunya, sementara kedua orang itu bersamaan menoleh kepadanya, dengan roman muka penasaran.