Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rezeki sudah Diatur, Jangan Iri pada Orang Lain

17 Mei 2023   11:39 Diperbarui: 17 Mei 2023   11:43 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rezeki sudah diatur/sumber: yatimmandiri

"Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas'ud, beliau berkata, 'Rasulullah Saw menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan, 'Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga, maka masuklah dia ke dalam surga." (HR. Bukhori Muslim)

Menurut hadis di atas, selain mati, amal, dan bahagia atau celaka, (jatah) rezeki kita selama hidup di dunia adalah sesuatu yang default. Sudah ditetapkan sejak kita masih di dalam rahim ibu kita. Artinya hidup kita di dunia hanya selama jatah rezeki kita ada. Kalau sudah habis, ya habis juga waktu kita hidup di dunia, alias meninggal dunia.

Jadi - dalam hidup ini - jangan takut kekurangan rezeki. Setiap manusia sudah punya jatah rezekinya masing-masing, dan gak akan tertukar. Dan juga rezeki itu tidak akan salah orang. Kalau sudah rezeki kita, bagaimana pun akan menghampiri kita. Sebaliknya, kalau bukan rezeki kita, walaupun sudah ada di depan mata, tidak akan dapat kita nikmati.

Lalu, kalau sudah ada jatahnya masing-masing, untuk apa kita bekerja?

Pertama, kita bekerja bukan untuk mencari rezeki, melainkan untuk mencari pahala atau sebagai ibadah. Karena hakikatnya kita hidup di dunia ini, tugasnya cuma satu, yaitu beribadah. Karena sudah default, sebenarnya bekerja tidak bekerja rezeki kita tetap ada.

Kedua, rezeki itu semati kematian, sesuatu yang pasti tetapi misterius. Semua makhluk - termasuk manusia - pasti akan mati. Namun, masih misteri kapan, di mana, dan bagaimana. Begitupun rezeki. Semua manusia sudah memiliki (jatah) rezeki. Namun, masih misteri berapa banyak, bagaimana cara dan kapan datangnya. Oleh karenanya, salah satu peluang untuk mendapatkannya adalah dengan cara kita bekerja.

Termasuk yang sering dipertanyakan tentang rezeki ini adalah, kenapa rezeki tiap orang berbeda? Ada yang banyak dan mudah mendapatkannya. Seperti kita melihat orang yang bisnisnya sukses, omsetnya naik terus, asetnya banyak, atau investasinya di mana-mana. Namun, ada juga yang sedikit. Walaupun sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapsaja yang didapatnya sedikit.

Jawabannya, karena Allah Swt Maha Pengatur, Mahatahu dan Mahaadil.

Maksudnya?

Allah Swt sangat mengetahui kadar kemampuan manusia dalam menerima rezeki. Sehingga Allah Swt dengan keadilan-Nya kemudian mengatur, siapa saja yang dapat banyak dan siapa saja yang dapat sedikit.

Karena bisa saja seseorang diberi rezeki banyak ahirnya malah menjadi orang yang durhaka. Seperti Qorun di zaman Nabi Musa As.

Tentang ini Allah Swt menjelaskan melalui firman-Nya:

"Seandainya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di bumi. Akan tetapi, Dia menurunkan apa yang Dia kehendaki dengan ukuran (tertentu). Sesungguhnya Dia Mahateliti lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya." (QS. Asy-Syura: 27)

Sangat jelas dalam ayat tersebut, jika dilapangkan rezekinya, maka mereka akan berbuat melampaui batas.

Diriwayatkan Asbabun Nuzul ayat ini berkenaan dengan angan-angan Ahlush Shuffah, yakni orangorang miskin yang tinggal di Masjid Nabawi, agar diberi rezeki yang berlimpah ruah. Kemudian AllahSwt - menjawab angan-angan mereka - menegaskan bahwa Dia menurunkan rezeki kepada tiap orang sesuai kadar yang diinginkan-Nya.

Himah dari memahami ayat ini adalah, kita jangan iri dengan perolehan rezeki atau harta yang dimiliki orang lain. Serta kita harus selalu bersyukur atas apa yang kita dapat dan miliki saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun