Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ambisius Sumber Penyakit

16 Mei 2023   15:35 Diperbarui: 16 Mei 2023   15:37 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari Abu Dzar al-Ghifari mengajukan permintaan kepada Rasulullah Saw. Yang diminta bukan harta, bukan wanita untuk menjadi istrinya. Yang diminta Abu Dzar adalah jabatan.

Sambil menepuk pundak Abu Dzar, Rasulullah Saw berkata, "Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah, sementara kepemimpinan itu adalah amanat. Pada hari kiamat nanti, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut." (HR Muslim).

Memahami hadis ini memang harus hati-hati. Karena, kalau tidak, akan dipahami - seolah-olah - hadis ini melarang kaum Muslimin untuk menjadi pemimpin. Padahal, konteksnya, Rasulullah Saw melihat karakter atau pribadi Abu Dzar. Yang menurut beliau, dia tidak cocok menjadi pemimpin (pejabat). mungkin, lain halnya kalau yang bertanya itu sosok seperti Umar bin Khaththab atau Ali bin Abi Thalib.

Namun, ada tafsir lain juga dari hadis di atas. Bahwa kepemimpinan - atau menjadi pemimpin (pejabat) - itu jangan minta. Apalagi berambisi.

Hadis menjelaskan, selagi didapatkan dengan cara yang benar dan dijalankan secara tepat (persis penggalan akhir hadis di atas), sah-sah saja seseorang berikhtiar untuk mendapat posisi tersebut.

Ambisi - menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia - adalah 'keinginan (hasrat, nafsu) yang besar untuk menjadi (memperoleh, mencapai) sesuatu (seperti pangkat, kedudukan) atau melakukan sesuatu.'

Ambisi adalah dorongan kuat yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan yang tinggi dan meraih keberhasilan. Namun, di balik keindahannya, ambisi juga memiliki sisi yang jelek. Ketika ambisi tidak terkendali, dapat menimbulkan konsekuensi negatif yang dapat merugikan individu dan lingkungan sekitarnya.

Salah satu sisi negatif ambisi adalah ketidakseimbangan dalam kehidupan. Orang yang sangat berambisi (ambisius) akan cenderung fokus sepenuhnya pada keinginannya. Sehingga mengabaikan aspek-aspek lain yang sama pentingnya, seperti kesehatan, hubungan sosial, dan kebahagiaan. Mereka terjebak dalam siklus kerja keras tanpa henti, dan akhirnya kehilangan keseimbangan yang sehat antara hidup dan pekerjaan.

Selain itu, ambisi yang berlebihan juga dapat memicu perilaku tidak etis, melanggar aturan dan norma. Untuk mencapai tujuan mereka, beberapa orang mungkin tergoda untuk melanggar prinsip-prinsip moral, merugikan orang lain, atau melakukan kecurangan. Ambisi yang tanpa batas seringkali membutakan seseorang terhadap konsekuensi negatif dari tindakan mereka, dan mereka dapat menjadi tidak bermoral dalam usaha mereka untuk meraih kesuksesan.

Selanjutnya, ambisi yang tak terkendali juga dapat berdampak negatif pada kesehatan mental. Ambisi akan menjadi semacam tekanan yang tinggi untuk menggapai keinginannya, dan takjarang menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi. Orang yang terlalu ambisius mungkin mengalami kelelahan fisik dan emosional karena mereka selalu berusaha melampaui batas kemampuan mereka sendiri.

Orang dengan ambisi yang berlebihan sering kali mengaitkan kebahagiaan dan harga diri mereka dengan kesuksesan dan pencapaian materi. Ini dapat menyebabkan ketidakpuasan kronis dan kegagalan dalam mewujudkan kebahagiaan sejati, karena mereka selalu mengejar lebih banyak lagi tanpa pernah merasa puas.

Secara keseluruhan, ambisi yang tidak terkendali dapat memiliki dampak yang jelek pada individu dan masyarakat. Penting bagi kita untuk mengakui batas-batas ambisi kita dan menjaga keseimbangan dalam hidup. Mengembangkan ambisi yang sehat dan bertanggung jawab adalah kunci untuk mencapai kesuksesan yang berkelanjutan, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain di sekitar kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun