"Urusan capres itu urusannya partai atau gabungan partai sudah bolak balik saya sampaikan. Kalau mereka mengundang saya, saya mengundang mereka boleh-boleh saja, Apa konstitusi yang dilanggar dari situ? Enggak ada. Tolonglah mengerti kalau saya ini politisi sekaligus pejabat publik," lanjutnya.
'Apa konstitusi yang dilanggar dari situ?'
Kalimat tanya yang disampaikan Pak Jokowi ini yang menjadi alasan saya menulis artikel ini.
Betul. Memang tidak ada aturan yang dilanggar. Namun, apakah pantas seorang kepala negara membeda-bedakan perlakuan pada partai politik?
Lihat analogi salat yang saya tulis di paragraf awal di atas. Memang tidak melanggar aturan kalau salat hanya memakai kaos oblong. Tapi, apakah itu pantas?
Begitupun pertemuan Pak Jokowi dengan enam partai di Istana Negara. Memang tidak melanggar, tapi apakah pantas?
Kalau yang dibicarakan masalah persiapan pemilu, maka seharusnya semua parpol peserta pemilu diundang juga, di ajak diskusi.
Kalau yang dibicarakan masalah koalisi enam parpol tersebut, mbok ya diskusinya jangan di Istana Negara, dong.
Kalau yang dibicarakan masalah Capres yang diharapkan Pak Jokowi melanjutkan program yang sudah dijalankannya selama ini. Maka - dengan tidak mengajak Nasdem - Pak Jokowi menganggap Anies Baswedan (Capres dari Nasdem) tidak akan melanjutkan programnya, kalau menang nanti.
Pak Jokowi mengulangi perbuatannya yang ambigu, setelah beliau mengajak pulang mudik Ganjar Pranowo menggunakan pesawat kepresidenan. Saat banyak masyarakat yang bertanya atau mempertanyakan, Pak Jokowi saat mengajak Ganjar itu posisinya sebagai apa?
Kalau sebagai Presiden, maka Pak Jokowi harus memperlakukan hal yang sama kepada semua Capres. Namun, kalau sebagai kader (baca petugas partai) PDIP, maka seharusnya tidak menggunakan pesawat kepresidenan.
Aktivitas Pak Jokowi akhir-akhir ini, terutama yang berkaitan dengan Capres, mendapat sorotan negatif. Salah satunya dari Pak Jusuf Kalla, yang pernah menjadi wakilnya di periode pertama.