Sebulan terakhir - melalui berita dari media online atau televisi - kita disuguhi berbagai kejadian yang membuat miris. Berita yang membuat kita bertanya-tanya, sudah sebinatang itukah manusia sekarang?
Nyawa manusia seolah tak berharga. Seorang adik tega menghabisi nyawa kakaknya. Suami kehilangan akal sehat tatkala menyewa pembunuh bayaran untuk menyingkirkan sang istri.
Sekelompok orang begitu dingin ketika memutilasi korban. Segerombolan suporter ringan tangan mengayunkan senjata tajam kepada pendukung lawan.
Ada ayah yang membunuh anaknya, ada pula seorang ibu yang menghabisi nyawa anak-amannya, ada seorang anak yang membuang ayah kandungnya sendiri, ada yang karena sakit hati karena ditagih utang lalu mengakhiri hidup si penagih, dan lain-lain.Â
Rasanya tiada hari tanpa berita kriminal, khususnya pembunuhan.
Mengapa manusia tega menghabisi nyawa sesama manusia? Padahal manusia adalah makhluk paling mulia di antara makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lain.
Tentu saja jawaban mudah adalah karena manusia memiliki hawa nafsu dan adanya setan yang tak henti menggoda setiap manusia. Namun, pasti tidak sesederhana itu. Melihat sisi hawa nafsu yang dimiliki manusia, maka kita akan melihatnya dari sisi psikologi atau kejiwaan, yang tidak sederhana.
Fenomena manusia membunuh sesama manusia memunculkan istilah 'Homo Homini Lupus'. Wikipedia menjelaskan istilah tersebut sebagai berikut.
"Homo homini lupus, bentuk pendek dari Homo homini lupus est, adalah sebuah istilah dalam bahasa Latin yang berarti "Manusia adalah serigala bagi sesama manusianya". Istilah tersebut pertama kali dicetuskan dalam karya Plautus berjudul Asinaria (195 SM lupus est homo homini). Istilah tersebut juga dapat diterjemahkan sebagai manusia adalah serigalanya manusia yang diinterpretasi berarti manusia sering menikam sesama manusia lainnya. Homo homini lupus sering disebutkan dalam diskusi-diskusi mengenai kekejaman yang dapat dilakukan manusia bagi sesamanya.'
Istilah "homo homini lupus" pun muncul di karya seorang filsuf dan penulis Inggris abad ke-17 bernama Thomas Hobbes.
Artinya, dalam kondisi tertentu manusia bisa lebih kejam dari seekor serigala. Dan ini sangat mungkin, karena Al-Quran pun menjelaskannya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan banyak dari kalangan jin dan manusia untuk (masuk neraka) Jahanam (karena kesesatan mereka). Mereka memiliki hati yang tidak mereka pergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan memiliki mata yang tidak mereka pergunakan untuk melihat (ayat-ayat Allah), serta memiliki telinga yang tidak mereka pergunakan untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah." (QS. Al-A'raf: 179)
Ayat di atas menjelaskan karakter orang-orang kafir, sehingga Allah swt menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Mereka tidak mempergunakan semua yang Allah berikan untuk memahami (dan mengamalkan) ayat-ayat Allah swt.
Di akhir ayat Allah swt menjelaskan bahwa mereka itu lebih sesat dari hewan ternak.
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan maksud dari lebih sesat daripada hewan ternak, karena hewan ternak adakalanya memenuhi seruan penggembalanya di saat penggembalanya memanggilnya, sekalipun ia tidak mengerti apa yang diucapkan penggembalanya.Â
Lain halnya dengan mereka (orang-orang kafir). Hewan ternak melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang diciptakan untuknya, adakalanya berdasarkan tabiatnya, adakalanya pula karena ditundukkan (oleh penggembalanya).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H