Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pohon-pohon Besi Mengancam Kota Kita

29 April 2023   17:43 Diperbarui: 29 April 2023   17:45 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampakkan pemasangan tiang yg semrawut/dokpri

Sudah 4 tahun saya menjabat eselon 6 di sebuah perumahan. Anda tahu jabatan eselon 6?


Hehe ... itu istilah kami di sini untuk menyebut Ketua RT. Sekarang saya menjabat di periode kedua.

Saya jadi Ketua RT karena dua bakat. 'Bakat ku euweuh nu daek' dan 'bakat ku kudu aya'. Itu ungkapan dalam bahasa Sunda, yang artinya

Bakat ku euweuh nu daek = karena tidak ada yang mau.
Bakat ku kudu aya = karena (mau tidak mau) harus ada.

Terpaksa dengan ikhlas, atau dipaksa harus ikhlas, saya menerima jabatan tersebut, tanpa harus ada seremonial pelantikan, dan acara pisah sambut dengan pejabat lama.

Selama menjabat jadi Ketua RT, saya jadi mengerti mengapa banyak orang yang ambisi ingin jadi Walikota/Bupati, atau Gubernur, tetapi berebut menolak kalau diminta jadi Ketua RT. Namun saya tak perlu menjelaskannya di sini. Maksud artikel ini bukan untuk menulis itu. Saya menulis hanya karena ingin curhat.

Selama menjabat Ketua RT, saya sudah didatangi 4 provider internet yang minta izin untuk pasang tiang di wilayah perumahan. 

Alhamdulillah, meneruskan keinginan hampir semua warga, saya berhasil menolak (tidak memberi izin) 3 provider. Yang satu tidak bisa kami tolak karena membawa dokumen yang ditandatangani Lurah dan seseorang yang mengatasnamakan warga, yang bunyi dokumen itu membolehkan (mengizinkan) pemasangan tiang.

Kenapa kami, saya dan warga, menolak pemasangan tiang?


Karena kalau setiap provider internet memasang tiang masing-masing, coba bayangkan kalau ada 10 provider. Maka dalam satu titik lokasi akan ada 10 tiang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun