Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Serunya Puasa Zaman Dulu

2 April 2023   11:16 Diperbarui: 2 April 2023   11:22 1053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi salat taraweh/sumber: malangtimes

Setelah mendengar atau membaca kalimat yang menyinggung masa kecil, saya selalu merasa menjadi generasi atau kelompok yang paling beruntung.

Saya termasuk kelompok Gen-X, yaitu orang yang terlahir di periode tahun 1965 sampai 1980, atau sekarang berusia 40-55 tahun.

Mengapa saya menyebut sebagai generasi atau kelompok yang paling beruntung?

Karena, orang-orang dari Gen-X lah yang telah merasakan perubahan zaman, terutama dari sisi budaya dan teknologi. Bahkan sampai sekarang kami dari Gen-X masih sehat, masing memungkinkan menjadi saksi perkembangan teknologi yang lebih canggih lagi.

Sebut saja misalnya budaya atau teknologi berkirim pesan tertulis. Kami merasakan dari menggunakan surat, baik menggunakan perantara (teman) atau melalui kantor POS. Kami juga merasakan teknologi Telegram, untuk berkirim berita jarak jauh, yang menggunakan kode Morse. Lalu teknologi Faximile, di mana surat (dokumen) yang akan dikirim cukup dimasukin ke mesin Fax, dan nanti di tempat tujuan surat (dokumen) itu akan keluar dari mesin Fax yang ada di sana.

Teknologi seluler muncul dengan handphone-nya. Kami pun merasakan berkirim pesan lewat SMS (Short Message Service). Setelah ada internet, kami menggunakan email atau surat elektronik untuk berkirim dokumen. Dan terakhir, sekarang ini, kami menikmati berkirim pesan, pun dokumen, melalui chatting di messanger.

Begitu juga dalam perkembangan teknologi media penyimpan data portable. Kami merasakan menyimpan data di disket yang sebesar piring kue, lalu disket berbentuk kotak, kemudian VCD, berkembang ke DVD, dan sekarang falshdisc. Sekarang malah tidak perlu media karena data dapat disimpan di cloud.

Itu hanya dua contoh perkembangan teknologi yang kami, Gen-X, menjadi saksi hidup saat teknologi yang muncul mematikan teknologi sebelumnya. Kami merasa beruntung, karena kami yakin perubahan-perubahan teknologi dan budaya tersebut tidak dirasakan oleh generasi setelah kami. Termasuk kebiasaan-kebiasaan yang kami lakukan saat di bulan Ramadan.

Kami pun yakin asyiknya kegiatan-kegiatan di bulan Ramadan zaman dulu tidak dapat lagi dirasakan oleh anak-anak sekarang. Saya akan menyebutkan beberapa kegiatan asyik itu, sambil mengenang ke kehidupan saya 45 tahun yang lalu, atau saat masih SD.

Baca juga: Proyek 100 Sujud

Keramas bareng di sungai

Ada kepercayaan yang dulu disampaikan guru ngaji saya, bahwa sehari sebelum masuk bulan Ramadan, kita harus membersihkan tubuh. Sehingga di sore hari, sehari sebelum puasa, saya dan teman-teman pergi ke sungai untuk mandi + keramas. Tentu saja, saat tiba di sungai aktivitas kami bukan cuma mandi, tetapi keseruan-keseruan lain yang Anda dapat membayangkannya jika sekelompok anak kecil mandi bareng di sungai.

Menahan diri untuk tidak batal

Selain makan dan minum, banyak hal yang dapat membatalkan puasa yang diajarkan oleh orang tua dahulu. Di antaranya; menangis, luka keluar darah, kentut di dalam air, bertengkar, dan sebagainya, yang membuat kami merasa 'tersiksa' untuk tidak melakukannya.

Ngabuburit

Keseruan ngabuburit atau menunggu waktu adzan Maghrib sangat jauh berbeda dengan yang dilakukan anak-anak zaman sekarang. Sejak siang hari, setelah pulang sekolah, biasanya yang kami lakukan adalah pergi ke sungai untuk mandi seraya bermain; lempar bola, balap renang, adu lama menyelam, atau yang lainnya. tentu saja sambil menahan diri untuk tidak kentut di dalam air.

Salat taraweh

Di antara aktivitas seru di bulan Ramadan, salat taraweh adalah yang paling seru. Tidak aneh kalau dahulu, di kampung-kampung, salat taraweh itu dilakukan sambil main-main. Bahkan tertanam dalam benak saya saat itu, bahwa salat taraweh memang boleh dikerjakan sambil main-main. Karena hal itu juga dilakukan oleh para pemuda atau kakak-kakak kami yang SMA.

Beberapa hal yang kami lakukan saat salat taraweh itu misalnya, keras-kerasan mengucap 'Amin' saat imam mengakhiri membaca Al-Fatihah. Atau saling sikut saat berdiri, saling dorong saat hendak bersujud, dan lain sebagainya.

Kalau yang dilakukan kakak-kakak kami lebih parah lagi. Contohnya, mengikat sarung 2 orang yang salatnya berdampingan, atau meletakkan pemukul beduk di bawah (maaf) pantat orang yang sedang sujud, sehingga saat bangkit dari sujud orang itu kaget dan sakit tentunya. Atau membakar petasan dan melemparkannya ke kolong masjid. Dahulu banyak masjid berbentuk panggung.

Kadangkala saya merindukan suasana puasa zaman dahulu, terutama di momen salat tarawehnya. Karena semuanya sepertinya tidak akan terulang lagi. Selain karena perubahan zaman, juga karena pemahaman syariat sudah merata, bahwa salat taraweh juga sama dengan salat-salat yang lain, tidak boleh dicampuri senda gurau.

Beberapa tahun terakhir saat mudik ke kampung, Alhamdulillah rupanya budaya salat taraweh sambil main-main sudah lama ditinggalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun