Selain untuk perlindungan, untuk perhiasan dan untuk menutup aurat, saat kita menggunakan pakaian, harus dilihat juga kepantasannya. Pantas tidak pakaian itu dikenakan?
Misalnya, pantaskah kalau kita menghadiri pemakaman dengan mengenakan pakaian warna cerah?
Pantaskah ke pesta pernikahan hanya memakai T-shirt dan celana jeans belel?
Dan sebagainya.
Begitupun takwa, yang diibaratkan pakaian. Takwa akan melindungi pemakainya dari bahaya sengatan api neraka. Takwa akan memperindah hidupnya dengan akhlak mulia. Dan, takwa akan menutupi segala aibnya. Namun, kepantasan tetap harus diperhatikan.
Apa maksud kepantasan dalam takwa?
Orang yang bertakwa tidak akan melakukan sesuatu hanya dari sisi syariat saja. Maksudnya tidak asal syah secara syariat atau fikih, tetapi tetap memperhatikan kepantasan.
Misalnya saat kita melakukan salat. Betul, secara syariat (fikih) kalau salat menggunakan sarung kumal dan kaos oblong tetap sah, karena aurat tertutup. Tetapi, apakah itu pantas? Tentu saja tidak!
Betul berzikir itu hal mulia, tapi saat Anda misalkan menjadi relawan dan berkunjung ke lokasi bencana, terus tidak melakukan apa-apa, yang Anda lakukan hanya berzikir, mengucapkan hamdalah; alhamdulillah ..., alhamdulillah ..., alhamdulillah ... seribu kali. Apa itu pantas? Tentu saja tidak!
Atau setiap hari Jum'at Anda selalu berinfak sepuluh ribu ke kotak amal di masjid, padahal pendapatan Anda lima puluh juta sebulan. Apa itu pantas? Tentu saja tidak!
Â