Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Book

Berterima Kasihlah pada Orang Malas

22 Januari 2023   11:00 Diperbarui: 22 Januari 2023   11:03 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampilan sampul buku Malas tapi Sukses/sumber: dokpri

Ini bukan resensi dari buku yang foto sampulnya saya tampilkan. Tulisan ini hanya sekadar beberapa inspirasi yang saya dapatkan dari buku ini.

Saya belum selesai menamatkan membaca buku ini. Namun, beberapa inspirasi yang saya dapat itu seolah memaksa saya untuk menuliskanya kembali sesuai pemahaman saya.

Dalam sebuah komunitas biasanya orang-orang terkelompok pada empat tipe, yaitu
1. Orang yang secara intelektual cerdas dan rajin bekerja, bahkan pekerja keras.
2. Orang yang secara intelektual lemah, tidak cerdaslah begitu, tetapi rajin bekerja.
3. Orang yang bertipe tidak cerdas, tapi juga tidak rajin bekerja, alias malas.
4. Orang yang intelektualnya cerdas tetapi malas bekerja.

Nah, kalau misalnya Anda disuruh memilih orang untuk dijadikan ketua atau koordinator di sebuah komunitas yang Anda berada di dalamnya. Orang yang bertipe mana yang akan Anda pilih?

Saya yakin Anda akan memilih orang dengan tipe pertama. Yaitu orang  yang cerdas intelektualnya dan juga rajin bekerja. Tentu saja, karena itu -- menurut pendapat umum -- profil yang ideal untuk menjadi seorang pemipin: sudahlah cerdas, rajin lagi. Apalagi yang kurang?

Tapi eits ... tunggu dulu. Justru menurut Jendral Helmuth von Moltke, orang dengan tipe itu akan menjadi pemimpin yang payah.

Kenapa? Dan siapa itu Jenderal Helmuth von Moltke?

Jenderal Helmuth Von Moltke adalah salah seorang staf komandan pasukan Jerman. Dia telah menjabat sebagai Staf Jenderal sejak 1858 sampai 1888 atau selama 30 tahun. Waktu yang cukup lama untuk punya pengalaman.

Menurutnya, yang paling tepat untuk dijadikan pemimpin adalah orang dengan tipe keempat. Yaitu orang yang secara intelektual cerdas tetapi malas bekerja. Mengapa? Karena dia akan cukup pintar untuk melihat apa yang harus dilakukan, tapi -- karena dimotivasi oleh sifat malasnya -- pasti dia akan berusaha menemukan cara yang paling ringkas, paling singkat, dan paling mudah.

Dan, tentu saja orang dengan tipe ini tidak akan pernah mau disibukkan dengan detail-detail remeh-temeh,  dan akan lebih memilih mendelegasikannya kepada si rajin bekerja.

Jangan salah, itu memang yang dilakukan Von Moltke pada pasukan yang dipimpinnya. Dia mengelompokkan prajurit yang dipimpinnya ke dalam 4 kelompok berdasarkan empat tipe di atas.

Untuk prajurit bertipe ketiga - yang tidak cerdas dan malas bekerja -- Von Moltke memberinya tugas-tugas yang sederhana, rutin, dan tidak menantang.

Prajurit yang bodoh tetapi secara fisik gesit, rajin bekerja, dianggap Von Moltke berbahaya. Karena mereka akan bicara dan bekerja serampangan sehingga butuh ekstra pengawasan. Prajurit-prajurit seperti ini akan selalu menjadi biang masalah. Trouble Maker.

Apa yang saya tulis di atas adalah pelajaran yang saya dapat setelah membaca buku MALAS TAPI SUKSES.

Di buku tersebut disebutkan bahwa seorang Jenderal perang yang memilih pemimpin untuk pasukannya, orang yang malas tapi cerdas. Bukan yang rajin (giat bekerja) dan cerdas.

Terus terang, saat baru membaca judul bukunya saja saya sudah kaget. Apalagi membaca isinya. Salah satunya tentang pemikiran si Jenderal Von Moltke tadi.

Judul buku yang sedang saya baca adalah Malas tapi Sukses. Sesuatu yang sangat Anomali, kan? Apalagi di tambah kalimat anak judul yang berbunyi Menggapai Apa Saja Tanpa Melakukan Apa-apa.

Mungkinkah tanpa melakukan apa-apa kita bisa menggapai sesuatu?

Itulah yang menjadi daya tarik buku ini untuk saya baca. Ketertarikan saya bertambah dengan klaim bahwa buku ini dinobatkan sebagai buku International Bestseller.

Pertanyaan yang muncul saat membaca judulnya adalah 'Mengapa orang malas bisa sukses?'

Jawabannya adalah realita yang ada di sekitar kita. Karena 'jasa' orang-orang malaslah, maka alat atau teknologi baru ditemukan. Makanya saya kasih judul artikel ini 'Berterimakasihlah pada Orang Malas'. Orang malas yang cerdas, ya. Bukan pemalas yang tidak cerdas. Karena pemalas yang tidak cerdas akan selalu rebahan.

Karena malas mendayung, saat berperahu, si Pemalas memasang layar di perahunya. Karena malas mengayuh sepeda, maka diciptakan mesin yang bisa menggerakkan roda sepeda. Sehingga kemudian muncullah sepeda motor. Itu dua contoh bagaimana gara-gara si Pemalas, ditemukan teknologi layar untuk menggerakkan perahu, dan sepeda motor.

Hal lain yang saya temukan sebagai bukti si Pemalas penyebab munculnya kemudahan, adalah tongkat e-tol. Tongkat e-tol ada gara-gara si Pemalas enggan menjulurkan sedikit badannya untuk menempelkan kartu e-tol.

Begitupun dibuatnya berbagai aplikasi. Terutama aplikasi keuangan atau bank. Itu semua Karena si Pemalas tidak mau susah-susah antri di bank, hanya untuk satu transaksi.

Dan banyak lagi contohnya. Ada bisa melihat satu-persatu benda yang ada di rumah Anda. Semuanya ada karena ada orang-orang cerdas yang malas.

Jadi, berterimakasihlah pada orang-orang malas.

Tapi ... Anda jangan ikut-ikutan malas untuk meraih sukses. Kecuali Anda orang yang cerdas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun