Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Saat Cinta pada Pasangan Mulai Luntur

29 Oktober 2022   09:34 Diperbarui: 29 Oktober 2022   09:38 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cinta pada pasangan yang meluntur/sumber: tribunmanado

Cinta itu relatif, termasuk di antara dua orang suami-istri. Maka jika ada seorang suami tidak mencintai istrinya, atau sebaliknya, itu adalah situasi yang bisa terjadi. Penyebabnya bisa apa saja. Mungkin karena mereka menikah karena paksaan orangtua, mungkin sebelum menikah mereka tidak saling mengenal satu sama lain, atau ada sebab lain yang timbul di tengah perjalanan rumah-tangganya, atau sebab yang lainnya.

Lalu, apa yang harus Anda lakukan jika ternyata Anda mengalami hal seperti itu?

Pertama harus dipahami dulu, bahwa kondisi tersebut di atas adalah kondisi yang natural, alamiah, sehingga kondisi cinta yang 'meluntur' bisa terjadi setiap saat, dan pada siapa pun.

Masalahnya bukan terletak pada: Apakah Anda mencintai atau tidak mencintainya, atau berkurang cintanya, tetapi lebih kepada: bagaimana seharusnya Anda bersikap pada kondisi tersebut. Sikap di sini maksudnya adalah motif dan bentuk ekspresi. Artinya, mengapa Anda tidak mencintainya atau cinta Anda berkurang? Lalu, bagaimana Anda mengekspresikan ketidakcintaan Anda itu?

Namun, juga harus Anda pahami, bahwa kenyataan Anda tidak mencintai istri Anda (atau sebaliknya), harus diletakkan dalam konteks bahwa Anda berada dalam posisi sebagai orang yang tertimpa musibah. Dan ini mengharuskan Anda bersabar dan berusaha menemukan hikmah di balik kondisi tersebut.

Allah Swt. berfirman:

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal sesuatu itu baik bagimu. Boleh jadi (pula) kamu mencintai sesuatu, padahal sesuatu itu buruk bagimu. Dan Allah Mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqoroh: 216)

Dengan sabar akan selalu memudahkan jiwa dalam memandang masalah secara jernih, dan ini lambat-laun akan mengantar kita menemukan banyak hikmah yang selama ini tersembunyi di balik sebuah masalah. Sabar merupakan salah satu induk akhlak yang banyak disebut dalam al-Quran. Bahkan ia adalah sarana untuk kita memohon pertolongan.

"Mintalah pertolongan dengan kesabaran dan salat." (QS. Al-Baqoroh: 153)

Selain karena faktor fisik, pada umumnya rasa tidak suka atau benci terhadap istri, terutama yang muncul di tengah perjalanan perkawinan, biasanya disebabkan oleh perilaku (atau kualitas kepribadian secara umum) yang kurang menyenangkan.

Contohnya seperti yang terjadi pada seorang sahabat. Sahabat tersebut mengadukan istrinya kepada Umar bin Khaththab karena terlalu cerewet. Tetapi Rasulullah Saw yang mendengar pengaduan tersebut memintanya untuk bersikap imbang. Bahwa pada setiap orang ada sisi baik dan ada sisi buruk, dan keduanya harus dilihat secara seimbang. Maka beliau pun bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim,

"Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Sebab bila ada satu sikap yang ia benci darinya, boleh jadi ada sikap lain yang justru ia suka."

Ada banyak di antara kita yang berharap terlalu banyak dari istrinya, dan inilah celah yang menyisakan kemungkinan munculnya kekecewaan yang berlebihan. Bahwa kita mengharap kadar kualitas kepribadian tertentu dari pasangan kita, Itu wajar. Namun, jika harapan itu melampaui batas kemampuannya, kita harus segera berpikir bahwa boleh jadi harapan dan kekecewaan yang juga dirasakan pasangan kita terhadap kita sendiri sebagai suami. Harus ada keseimbangan antara harapan yang wajar dan kesiapan untuk kecewa yang juga wajar.

Masalahnya kemudian adalah, haruskah kekecewaan itu diungkap?

 

Jawabnya bisa ya, bisa tidak. Tergantung situasi kejiwaannya, untuk mengetahui bagaimana pengaruh yang ditimbulkan oleh ya atau tidak.

Untuk tujuan mempertahankan kesalingpercayaan dan keutuhan komunikasi, kekecewaan itu sebaiknya dipendam. Kesabaran dan kebesaran jiwa seharusnya membuat kita sanggup menutupi kekecewaan itu dengan senyum, agar hati dan perasaan pasangan kita dapat selalu terjaga. Karena apa yang paling menyakitkan hati wanita adalah ketika ia mengetahui bahwa suaminya tidak mencintainya.

Sebagian ulama bahkan menganjurkan untuk tetap tersenyum walaupun pura-pura tersenyum. Dan, inilah salah satunya alasan yang membolehkan seorang suami berdusta kepada istrinya, atau sebaliknya, seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ummu Kultsum binti 'Uqbah, yang berkata,

"Bahwa aku tidak pernah mendengarkan Rasulullah membolehkan sedikitpun kedustaan kecuali dalam tiga hal, (salah satunya) dusta seorang suami kepada istrinya (untuk kebaikan)".

Sebab boleh jadi, ketika Anda berpura-pura mencintai istri anda, Allah berkenan membuat Anda benar-benar mencintainya. Demikian juga sebaliknya. Dan hal itu sangat mudah bagi Allah.

Namun, kadang untuk tujuan pendidikan, atau pelepasan jiwa yang sudah tidak tertahankan, kekecewaan itu perlu juga diekspresikan. Bahkan, situasi semacam itu mungkin saja berkembang sedemikian rupa sampai pada tingkat mengambil keputusan untuk bercerai.

Seorang shahabiah pernah meminta diceraikan oleh suaminya yang menurutnya (maaf) paling jelek di antara yang lain. Dan Rasulullah Saw. pun membolehkannya. Islam memang memberikan beberapa pilihan keputusan, tetapi pada saat yang sama juga senantiasa menganjurkan memilih keputusan yang paling menguntungkan kedua pihak. Anak-anak, dalam hal ini, adalah pihak yang sangat penting diperhatikan saat akan mengambil keputusan bercerai. Kebebasan mengambil keputusan itu akan bertemu dengan tanggung jawab.

Begitulah yang terjadi pada seorang lelaki yang mendatangi Umar bin Khaththab untuk memberitahukannya bahwa ia akan menceraikan istrinya karena sudah tidak mencintainya lagi. Dan, kebijakan yang dalamlah yang mendorong Umar bin Khaththab berkata, "Maka di manakah kita menegakkan tanggung jawab itu? Tidak bisakah rumah tangga itu ditegakkan dengan tanggung jawab saja?"

Seandainya Anda mengalami masalah ini, dan memutuskan untuk memilih tanggung jawab, lalu dengan kesabaran dan kebesaran jiwa, Anda terus berusaha mencintainya, menjaganya jangan sampai perasaan istri Anda hancur dan retak, walaupun mungkin Anda tidak akan pernah sampai mencintainya, maka berharaplah Anda seperti Abu Utsman Al-Naisaburi.

Siapa Abu Utsman Al-Naisaburi?

Abdurrahman Ibn Al-Jauzy menceritakan dalam "Shaed Al-Khathir" kisah berikut ini: "Abu Utsman Al-Naisaburi ditanya: 'Amal apakah yang pernah Anda lakukan dan paling Anda harapkan pahalanya?' Beliau menjawab, "Sejak usia muda keluargaku selalu berupaya menikahkan aku. tetapi aku selalu menolak. Kemudian, suatu hari, datanglah seorang wanita pada dan berkata padaku, 'Wahai Abu Utsman, aku sangat mencintaimu. Aku memohon atas nama Allah agar sudilah kiranya engkau menikahiku.' Maka aku pun menemui orang tuanya, yang ternyata miskin dan melamarnya. Betapa gembiranya orang tua Wanita itu.

"Tetapi, ketika wanita itu datang menemuiku, setelah akad, barulah aku tahu kalau ternyata matanya juling, wajahnya sangat jelek dan buruk. Tapi, ketulusan cintanya padaku telah mencegahku keluar dari kamar. Aku pun terus duduk dan menyambutnya tanpa sedikit pun mengekspresikan rasa benci dan marah. Semua demi menjaga perasaannya. Walaupun aku bagai berada di atas panggang api kekecewaan dan kebencian.

"Begitulah, selama 15 tahun kulalui hidupku bersamanya, hingga akhirnya ia wafat. Maka tiada amal yang paling kuharapkan pahalanya di akhirat, selain dari masa-masa 15 tahun dari kesabaran dan kesetiaanku menjaga perasaannya, ketulusan cintanya".

Dan kesetiaan itu adalah tali yang kokoh mengikat hubungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun