Dari sekian banyak hal perubahan pasca reformasi, terus terang, hanya satu yang saya kagumi dari segala hal yang dilakukan pemerintah. Yaitu perbaikan di perkeretaapian.
Semua yang dahulu saya keluhkan saat naik kereta api, sekarang semuanya sudah dibereskan. Saya dulu sering mengeluhkan peron yang berjubel orang dan kotor. Di dalam kereta api apalagi, saya sering berdiri karena semua kursi sudah ada yang menduduki, ruwet sama pedagang asongan dan pengamen, toilet yang kotor dan bau. Di kelas ekonomi tidak ada AC hanya ada kipas angin.
Di bawah kepemimpinan Ignasius Jonan, KAI berbenah dan mulai menunjukkan perkembangan yang signifikan. Mulai dari sterilisasi stasiun, penerapan pembelian tiket online, sistem boarding pass. Hasilnya, sekarang kereta api adalah moda transportasi yang paling aman dan paling dijamin ketepatan waktunya.
Beberapa kali saya naik kereta api, saya merasakan kenyamanan dan kemudahan sejak membeli tiket. Dengan adanya aplikasi KAI, kita bisa dengan mudah memilih kereta api, waktu berangkat, pilihan kelas, dll. Semua informasi yang diperlukan sudah ada.
Masuk peron, jangankan pedagang asongan atau pengamen, penumpang yang sudah punya tiket saja tidak boleh masuk, kalau jadwal pemberangkatan masih di atas 1 jam. Ini pengalaman saya, waktu pertama kali naik kereta api setelah sistem diperbaiki. Jadi, tidak sembarang orang bisa masuk peron. Tentu saja hasilnya adalah keamanan dan kenyamanan bagi penumpang yang berada di dalam peron. Apalagi sekarang disediakan ruang tunggu eksklusif yang ber-AC.
Di dalam kereta api, tentu saja tidak akan ada lagi penumpang yang berdiri. Naik di kelas Ekonomi sekarang nyaman, ber-AC dan tidak diganggu lagi oleh para pedagang dan pengamen.
Menurut yang say abaca di detiknes, Jonan memulai langkah perbaikan KAI dengan meningkatkan kesejahteraan karyawan KAI, agar kinerja mereka semakin meningkat. Dengan konsekuensi, tak ada lagi yang melakukan pekerjaan sampingan di KAI. Sehingga tidak ada kebocoran dana.
Nah, bab pekerjaan sampingan dan kebocoran dana ini inti yang akan sampaikan di artikel ini. Ini pengalaman saya dan beberapa teman, dan pasti banyak dilakukan oleh orang-orang yang naik kereta api tapi tidak punya uang alias bokek. Saya dan mereka-mereka itu naik kereta api dengan membayar tiket di atas kereta api.
Maksudnya?
Maksudnya, saya dan penumpang yang bokek itu, tidak membeli tiket di loket statsiun, tapi langsung naik kereta api.
Lha! Bayarnya?
Yaitu tadi, bayar di atas, saat petugas memeriksa tiket. Jadi kami-kami ini langsung memberikan uang ke petugas, tentu di bawah harga tiket. Kami dan petugas TST lah, alias tahu sama tahu. Dan ini ada tekniknya, saya pun di ajarkan sama teman saya.
Jelas, uangnya masuk saku petugas tidak masuk ke kas PT. KAI. Dan hal ini rupanya yang bikin heran Jonan saat diangkat jadi Dirut KAI. Penumpang kereta api itu berjubel terus, apalagi saat Hari Raya, tapi kok merugi terus.
Terus terang saya beberapa kali bayar di atas, saat pulang ke Bandung dari Tasikmalaya. Bahkan pernah dari Magelang ke Bandung. Saya sih ga sedih hilang kesempatan bayar murah itu. Karena memang saya akui itu salah.
Sejak dilakukan perbaikan, PT. KAI tidak lagi merugi, tapi terus meraup laba. Bahkan Semester I tahun 2022 PT KAI berhasil membukukan laba bersih pada sebesar Rp 740 miliar. Angka tersebut tumbuh 254 persen dibanding Semester I 2021 yang tercatat rugi Rp 480 miliar.
Terima kasih PT. KAI. Betul-betul saya akui, kereta api adalah moda transportasi teraman, ternyaman dan terjamin ketepatan waktunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H