Sedikit-sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Itu adalah peribahasa yang selalu diingatkan oleh guru maupun orangtua saya waktu saya masih SD. Mereka menasihati saya untuk selalu menabung. Mereka menjelaskan peribahasa di atas, walaupun menabungnya sedikit lama-lama akan bertambah banyak. Dan kalau sudah banyak keinginan apa pun bisa dibeli.
Tentu saja saya pun termotivasi. Maka sejak kelas 3 SD, saya menabung di celengan berbentuk patung babi. Seingat saya dulu membelinya di daerah Plered Purwakarta. Setelah di SMP, kebetulan sekolahnya dekat Bank BRI, saya pun mulai nabung di bank. Saya baru menutup rekening saat lulus SMA dan kuliah ke Bandung. Kebiasaan menabung ini terus saya lakukan sampai saya bekerja dan menikah.
Tentu saja banyak manfaat yang rasakan dari uang yang saya kumpulkan lewat menabung itu. Termasuk untuk membeli mahar (maskawin) untuk istri saat menikah.
Menabung dan menyimpan uang itu, menurut saya berbeda. Apakah itu mau disimpan di celengan atau di bank. Kalau menabung kita harus punya tujuan, untuk apa menabung itu, sehingga kita tidak seenaknya menarik atau mengambil tabungan tersebut. Kita baru menarik tabungan tersebut kalau besarnya sudah memenuhi untuk kebutuhan tujuan kita tersebut.
Sedangkan menyimpan, kita menyimpan uang di celengan atau di bank, dan saat ada keperluan kita mengambilnya, kapan pun keperluan itu. Tentunya selama saldonya ada hehe .... Dan sekarang sangat dimudahkan dengan adanya fasilitas ATM, internet banking, aplikasi dompet, atau sejenisnya.
Sekarang kalau bunga bank ditetapkan 0% persen, memang cukup dilematis. Karena setiap bulan kita dipotong untuk biaya administrasi. Jadi logikanya, kalau tabungan kita ditambah, lama-lama akan habis. Kecuali kalau memang kita punya target yang harus dibeli (tujuan menabung) dan tidak ada alternatif lain selain di bank. Daripada dimakan rayap seperti kasus penjaga sekolah beberapa waktu lalu.
Bicara alternatif menabung, karena walau bagaimanapun bunga bank 0% itu cukup merugikan, saya mau berbagi pengalaman.
Sejak 2010 saya tidak menabung di bank lagi, tetapi cuma menyimpan, karena gaji saya ditransfer ke rekening. Saya menabung dengan cara membeli logam mulia (emas Antam) di Pegadaian, dengan cara mencicil 3 bulan atau 6 bulan.
Jadi, setiap 3 bulan sekali atau 6 bulan sekali saya membeli emas Antam yang 5 gram. Kalau tidak salah saat itu harga di 2010 per-gram 200 ribuan. Dengan cara mencicil memang ada kelebihan harga, karena ada biaya admin dan lain-lain, tetapi karena kemampuan saya mengalokasikan dana tabungan perbulan sebesar cicilan, ya no problem.
Rasanya saya tidak mendapatkan kerugian dengan menabung emas ini. Bahkan beberapa kali mujur, bagai dapat durian runtuh, saat harga emas melonjak naik. Masalah likuid pun, emas ternyata sangat mudah dicairkan (dijual).