Walaupun diterbitkan tahun 2009, novel ini sangat relevan dengan kondisi sekarang, saat Islam seolah dibenturkan dengan nasionalisme. Islam yang dicitrakan intoleran dan radikal. Sudah selayaknya novel ini dibaca oleh kaum Muslimin dan juga non-Muslim. Supaya masing-masing mengetahui bagaimana dulu Islam dan agama yang lain pernah hidup berdampingan dengan damai.
Sebagaimana saya tuliskan di paragraf awal, setiap membaca novel sejarah saya selalu mendapatkan dua kepuasan, karena juga akan selalu dipenuhi adegan perkelahian atau peperangan yang menegangkan. Dan, di novel ini saya tidak mendapatkannya. Itulah kekurangan novel ini.
Penulis kurang berani memanfaatkan konflik-konflik yang ada di kisah ini menjadi jalinan cerita yang akan menegangkan. Adegan perkelahian yang ada hanya saat Tan Jim Bun dan Kin San dicegat dua begal bersaudara saat melakukan perjalanan ke tanah Jawa.
Begitupun adegan perang yang terjadi antara pasukan pemberontak dari Daha dengan prajurit Majapahit tidak digambarkan sebagai sebuah peperangan yang dahsyat dan menegangkan. Bagi pecinta novel sejarah, khususnya karya-karya Langit Kresna Hariadi, atau Kho Ping Ho, atau SH. Mintarja, novel ini sangat ringan, bahkan mungkin bisa disebut kering.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H