Analogi sebuah teko.
Anda tahu kan, teko?
Kebangetan kalau ga tahu.
Teko, tempat kita menyimpan minuman.
Teh panas kalau sore-sore, hmmmm... nikmat.
Teko ada kapasitasnya, kalau terus dikeluarkan maka teko akan kosong, dan tidak ada lagi yang bisa dikeluarkan.
Nah, teko itu ibarat kepala atau pikiran kita.
Kita isi dengan membaca, dan kita keluarkan saat menulis.
Kalau kita tidak suka membaca, maka isi kepala kita hanya itu-itu saja. Tidak bertambah wawasan.
Tidak masalah sih, untuk orang yang tidak menjadikan menulis sebagai aktivitasnya. Walaupun tetap akan terlihat dari apa yang dibicarakannya. Namun, bagi seorang penulis itu adalah masalah.
Jadi, kalau kita ingin terus menulis maka teruslah pula mengisi kepala (pikiran) kita dengan membaca. Kalau tidak banyak membaca, lama-lama kepala kita kosong. Sehingga yang ditulis hanya itu-itu saja.