Kapolri Listyo Sigit Prabowo, dalam konferensi pers semalam, telah mengumumkan bahwa Irjen Ferdy Sambo telah ditetapkan menjadi tersangka. Luar biasa, salut pada Kapolri dan jajarannya. Padahal sebelumnya saya, dan beberapa Anda mungkin, merasa pesimis kasus terbunuhnya Brigadir Joshua akan berhenti di Bharada E sebagai tersangka.
Saya sangat mengapresiasi Kapolri dan jajarannya atas penetapan tersangka kepada Irjen Ferdy Sambo tersebut. Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda, banyak pasal yang bisa dikenakan terhadap Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. (tempo.co)
"Ferdy Sambo setidaknya bisa dikenakan Pasal 221 KUHP, selebihnya bisa dikenakan Pasal 338 juncto 340 KUHP, kemudian Pasal 46 juncto Pasal 30 UU ITE," kata Chairul Huda saat dihubungi Tempo, Selasa, 9 Agustus 2022.
Dengan pasal yang disangkakan kepadanya tersebut, Irjen Ferdy Sambo akan dikenai hukuman mati atau seumur hidup dan atau penjara selama 20 tahun.
Terlepas dari 'prestasi' kepolisian tersebut (penetapan tersangka kepada Irjen Ferdy Sambo) ada yang menarik, dan sepertinya luput dari perhatian. Padahal hal ini sangat penting dan prinsip.
Apa itu hal yang menarik, penting dan prinsip?
Berbohong!
Siapa yang berbohong?
Ya ... polisi, lah!
Kan, mereka (kepolisian) awalnya mengatakan bahwa telah terjadi kejadian tembak-menembak antara Birgadir J dengan Bharada E, dan berakhir dengan meninggalnya Brigadir J.
Baiklah, kita flashback ke berita hari Senin tanggal 11 Juli 2022.