Mulai hari ini, 1 Agustus, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka pendaftaran partai politik peserta pemilu. Dipastikan dalam beberapa hari ke depan KPU akan bekerja keras memverifikasi sejumlah partai politik yang telah terdaftar di Kemenhumkam, yang jumlahnya tidak sedikit.
Sebagaimana pernah saya tulis beberapa hari yang lalu di artikel yang berjudul 'Anda Harus Percaya, Sebanyak ini Jumlah Calon Peserta Pemilu 2024', ada 75 partai politik yang berniat ikut berkompetisi di perhelatan Pemilu 2024 nanti. Walaupun begitu, sampai hari ini menurut KPU baru ada 16 partai politik yang telah konfirmasi akan melakukan pendaftaran.
Kita tidak tahu, sampai batas akhir pendaftaran tanggal 14 Agustus nanti, berapa partai politik yang mendaftar dan kemudian berapa yang sah menurut Undang-Undang boleh ikut Pemilu 2024.Â
Lebih banyak dari peserta Pemilu 2019 yang lalu atau lebih sedikit? Kita tunggu saja hasil kerja KPU.
Namun muncul pertanyaan, sebenarnya berapa, sih, jumlah yang ideal, partai politik yang ikut pemilu? Pertanyaan ini akan melahirkan pertanyaan lainnya, sebenarnya apa sih fungsi partai politik itu?Â
Fungsi untuk negara maupun untuk warga negara? Kok, sepertinya setiap tahun selalu muncul partai politik-partai politik baru.
Pengertian Partai Politik
Menurut Prof. Miriam Budiarjo dalam bukunya yang berjudul "Dasar-Dasar Ilmu Politik", partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara.Â
Di mana partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Dalam penjelasan di atas, warga negara mempunyai hak untuk ikut berpartisipasi dalam proses mengelola negara.Â
Kemudian, beberapa warga negara yang mempunyai 'keinginan atau cita-cita' yang sama dalam keikutsertaan mengelola negara tersebut dapat 'berkumpul' dalam satu wadah yang disebut partai politik.Â
Dan di dalam wadah tersebut, warga negara (seharusnya) akan mendapatkan pendidikan politik. Keberadaan partai politik ini diperkuat oleh undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.Â
Dalam undang-undang tersebut disebutkan, partai politik diartikan sebagai organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia (WNI) secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita.
Selain itu untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Bagi negara, partai politik adalah 'partner' dalam bekerja untuk mengelola negara. Apalagi kalau melihat sistem pembagian kekuasaan menurut Montesquieu yang diterapkan dalam sistem pengelolaan negara kita.
Sistem pembagian kekuasaan yang dikenal dengan istilah Trias Politica, yang semula gagasannya dimunculkan oleh John Locke yang membagi kekuasaan negara ke dalam tiga kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan federatif.Â
Namun, dikembangkan oleh Montesquieu menjadi kekuasaan eksekutif, kekuasaan legilatif, dan kekuasaan yudikatif.
Partai politik berada dalam posisi lembaga legislatif, yaitu lembaga yang berfungsi mengawasi pemerintah dalam menjalankan perannya dalam mengelola negara, turut merancang peraturan yang kemudian dijadikan acuan semua warga negara dalam kehidupan bernegara.
Lallu, turut menentukan anggaran biaya yang diperlukan pemerintah dalam mengelola negara, dan bersama pemerintah mencari sumber-sumber pendapatan untuk anggaran biaya tersebut.
Sehingga dari penjelasan di atas, keberadaan partai politik di negara kita mutlak adanya.
Jumlah Partai Politik Ideal
Sekarang ke pokok persoalan, berapa jumlah partai politik yang ideal untuk negara kita?
Secara teoritis tidak ada ketentuan jumlah ideal partai politik di sebuah negara. Begitupun secara praktiknya. Jumlah partai politik ditentukan oleh sistem pemerintahan negara dan juga kondisi negara dan warga negaranya.
Di USA dari dulu partai politik cuma 2; Demokrat dan Republik. Di negara kita jumlahnya fluktuatif mengikuti kondisi politik negara. Tahun 1971 kita memiliki 10 partai.Â
Lalu saat Orba berkuasa kesepuluh partai politik tersebut difusi menjadi hanya 3 partai politik. Dan sekarang, pasca reformasi, dari pemilu-pemilu jumlah partai politik selalu bertambah, walaupun kemudian sebagian besarnya gugur dalam verifikasi KPU sehingga tidak bisa ikut Pemilu.
Menurut pengamat ekonomi Burhanuddin Muhtadi jumlah partai yang ideal, dengan sistem presidensial yang dianut Indonesia, adalah maksimal lima. Menurutnya kalau lebih dari lima, sulit bagi Indonesia untuk memiliki formasi demokrasi yang stabil.
Menurutnya lagi, sistem parlementer yang sesuai dengan sistem presidensial hanyalah sistem parlementer dwipartai atau dengan dua partai dominan atau sistem parlementer multipartai moderat dengan maksimal lima partai. Sementara itu, Indonesia selama ini menganut sistem multipartai ekstrim dengan jumlah partai lebih dari lima.
"Belum ada sistem presidensial dengan sistem multipartai ekstrim yang match," kata pengamat politik itu. "Intinya, harus memperketat persyaratan partai peserta Pemilu."
Sepertinya apa yang disampaikan pengamat politik Burhanuddin Muhtadi belum didengar pemerintah. Karena, sebagaimana yang terjadi sekarang, mendirikan partai kok semudah membuat yayasan.
Motivasi beberapa tokoh politik pun dalam mendirikan partai politik kok sepertinya sederhana sekali.Â
Gara-gara kalah dalam pemilihan ketua umum, dia membentuk partai baru. Gara-gara berbeda pendapat dengan kebanyakan pengurus, dia memisahkan diri dan membuat partai baru.
Coba saja lihat dari 75 partai politik yang sekarang terdaftar di Kemenhumkam, ada lebih dari lima partai politik yang merupakan pecahan partai.
Solusinya adalah diperlukan kekonsistenan pemerintah dan DPR dalam melakukan penyederhanaan partai politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H