Kemudian, beberapa warga negara yang mempunyai 'keinginan atau cita-cita' yang sama dalam keikutsertaan mengelola negara tersebut dapat 'berkumpul' dalam satu wadah yang disebut partai politik.Â
Dan di dalam wadah tersebut, warga negara (seharusnya) akan mendapatkan pendidikan politik. Keberadaan partai politik ini diperkuat oleh undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.Â
Dalam undang-undang tersebut disebutkan, partai politik diartikan sebagai organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia (WNI) secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita.
Selain itu untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Bagi negara, partai politik adalah 'partner' dalam bekerja untuk mengelola negara. Apalagi kalau melihat sistem pembagian kekuasaan menurut Montesquieu yang diterapkan dalam sistem pengelolaan negara kita.
Sistem pembagian kekuasaan yang dikenal dengan istilah Trias Politica, yang semula gagasannya dimunculkan oleh John Locke yang membagi kekuasaan negara ke dalam tiga kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan federatif.Â
Namun, dikembangkan oleh Montesquieu menjadi kekuasaan eksekutif, kekuasaan legilatif, dan kekuasaan yudikatif.
Partai politik berada dalam posisi lembaga legislatif, yaitu lembaga yang berfungsi mengawasi pemerintah dalam menjalankan perannya dalam mengelola negara, turut merancang peraturan yang kemudian dijadikan acuan semua warga negara dalam kehidupan bernegara.
Lallu, turut menentukan anggaran biaya yang diperlukan pemerintah dalam mengelola negara, dan bersama pemerintah mencari sumber-sumber pendapatan untuk anggaran biaya tersebut.
Sehingga dari penjelasan di atas, keberadaan partai politik di negara kita mutlak adanya.
Jumlah Partai Politik Ideal