Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemekaran Wilayah: Pejabat Baru dan Dilema Alih Aset

18 Juli 2022   17:21 Diperbarui: 18 Juli 2022   17:24 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pemekaran wilayah/sumber: detikkasuscom

Saat saya pindah domisili dari Kota Bandung ke Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya sedang dalam proses pemekaran 'melepaskan' sebagian wilayahnya menjadi Kota Tasikmalaya.

Kota Tasikmalaya baru resmi berpisah pada tanggal 17 Oktober 2001, melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pemerintah Kota Tasikmalaya. Setelah sebelumnya berstatus Kota Administratif (Kotif) dengan 3 kecamatan, kini setelah menjadi Kota Tasikmalaya menjadi 8 kecamatan dengan jumlah kelurahan sebanyak 69 kelurahan.

Beberapa tahun kemudian terjadi pemekaran di 2 kecamatan sehingga terbentuk 2 kecamatan baru, sehingga sekarang Kota Tasikmalaya membawahi 10 kecamatan.

Kebetulan beberapa teman saya pengurus sebuah parpol dan saya sering diminta bantuan untuk pekerjaan-pekerjaan administrasi, saya jadi sedikit mengetahui bagaimana proses yang terjadi setelah sebuah daerah baru (Kota Tasikmalaya) terbentuk, hasil dari pemekaran.

Tentu saja sebuah daerah harus ada pemerintah yang mengelolanya. Maka kemudian diangkatlah pejabat pelaksana Walikota secara penunjukkan langsung. Baru kemudian di tahun 2002 diadakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk memilih Walikota dan Wakil Walikota. Dan, tentu saja mereka harus dibantu oleh dinas-dinas dalam melaksanakan tugasnya memajukan Kota Tasikmalaya dan mensejahterakan warganya. Maka, kemudian ditunjuklah Kepala Dinas-Kepala Dinas baru.

Sehingga kemudian ada pejabat-pejabat Eksekutif baru untuk memerintah Kota Tasikmalaya. Dan pejabat-pejabat baru ini selain harus disediakan gedung baru untuk pemerintahan; Balai Kota dan Perkantoran, tentu saja, Walikota dan 'rengrengannya' itu, harus diberi fasilitas khusus. Berapa kalau dirupiahkan fasilitas mereka? Entahlah!

Tetapi kalau tidak besar, tidak mungkin, kan, di setiap Pilkada terjadi persaingan untuk terpilih menjadi Walikota.

Tentu tidak cukup hanya ada pejabat Eksekutif di Kota Tasikmalaya, maka pejabat Legislatif pun harus ada. Sehingga tiap parpol pun sibuk memilih kadernya untuk menduduki 45 kursi DPRD Kota Tasikmalaya, karena anggota DPRD yang terpilih di Pemilu 1999 lalu itu untuk DPRD Kabupaten Tasikmalaya.

Mengikuti 'lahirnya' pejabat-pejabat Legislatif (anggota DPRD) baru yang sebanyak 45 orang ini, tentu saja mereka pun harus 'difasilitasi', dengan pengertian yang seluas-luasnya untuk istilah 'difasilitasi' ini.

Mungkin ini menjadi sebuah konsekuensi saat terjadi pemekaran daerah dan menghasilkan daerah baru. Saya pun tidak bisa menilai kemunculan pejabat-pejabat baru tersebut, baik yang Eksekutif maupun Legislatif, apakah sebuah sisi negatif atau positif dari proses pemekaran daerah.

Yang menarik adalah soal aset daerah. Yang saya ketahui, antara Kabupaten Tasikmalaya dengan Kota Tasikmalaya, penyerahan aset ini tidak berjalan mulus. Buktinya, sampai sekarang Pendopo (Kantor Bupati Tasikmalaya) yang berada di pusat Kota Tasikmalaya, konon masih dimiliki oleh pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Artinya belum diserahkan ke pemerintah Kota Tasikmalaya.

Satu hal lain, efek dari lambatnya penyerahan aset ini adalah tidak terpeliharanya aset-aset tersebut, alias terbengkalai tidak terawat. Contohnya, beberapa sarana olahraga (GOR Sukapura, GOR Susi Susanti, dan GGM) yang berada di Komplek Olahraga Dadaha, masuk wilayah Kota Tasikmalaya, statusnya masih milik Kabupaten Tasikmalaya. Sehingga untuk beberapa tahun kondisinya sangat mengkhawatirkan (tidak terurus).

Konon, menurut info dari teman saya, itu (tak terurus) terjadi karena pemerintah Kabupaten Tasikmalaya merasa yang menikmati fasilitas olah raga tersebut adalah orang-orang Kota bukan orang Kabupaten, sehingga merasa 'percuma' untuk mengeluarkan anggaran untuk memperbaiki dan merawat gedung-gedung olahraga tersebut. Sementara pemerintah Kota Tasikmalaya pun tidak bisa mengeluarkan dana untuk memperbaiki dan merawat gedung-gedung olahraga tersebut karena di APBD-nya tidak ada anggaran untuk itu.

Alhamdulillah sekarang untuk sarana olahraga tersebut asetnya sudah diserahkan ke pemerintah Kota Tasikmalaya, dan kondisinya sekarang sudah lebih baik.

Itu yang saya tahu tentang pemekaran daerah yang terjadi di Tasikmalaya. Tentu saja untuk pemekaran daerah setingkat provinsi, masalahnya akan jauh lebih banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun