Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rindu Pribadi-pribadi Berakhlak

16 Juli 2022   10:26 Diperbarui: 16 Juli 2022   10:34 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi para sahabat Nabi/sumber: majalahnabawicom

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti pribadi adalah manusia sebagai perseorangan, sedangkan akhlak artinya budi pekerti atau kelakuan.

Jadi, yang saya maksudkan dengan pribadi berakhlak adalah manusia yang berbudi pekerti atau berkelauan baik.

Kenapa saya rindu pribadi-pribadi berakhlak?

Karena saya merasakan, dan tentu Anda juga merasakannya, manusia-manusia yang tidak berakhlak semakin banyak dan semakin terang-terangan menunjukkan kelakuannya yang tidak baik.

Hampir setiap hari kita membaca atau menonton berita tentang aksi orang-orang tidak berkahlak itu, penjambretan, pembegalan, pencurian, pemerkosaan, perselingkuhan, pembunuhan, dan berbagai aksi kriminal lainnya. Baik yang dilakukan oleh orang-orang yang karena terpaksa melakukannya, maupun yang dilakukan oleh orang-orang yang bersyahwat tinggi, sehingga melakukan aksi kejahatan hanya karena didorong keinginan syahwatnya.

Aksi kriminal tersebut ada yang dilakukan oleh orang-orang yang kita bisa maklumi melakukannya, ada juga oleh orang-orang yang sebenarnya seharusnya mereka bertanggung jawab mencegah aksi kejahatan terjadi.

Yang lagi heboh sekarang bisa menjadi contohnya. Berita apalagi kalau bukan tentang aksi saling tembak 2 perwira polisi. Karena itu aksi tembak-menembak tentu keduanya sama-sama berniat membunuh lawannya. Hanya karena nahas saja, Brigader J, tertembak dan menjadi korban.

Kita tentu tahu bahwa ini bukan kasus pertama polisi menembak polisi, atau polisi melakukan aksi kejahatan lainnya, sehingga sudah tidak pantas kalau hanya disebut sebagai oknum. Ini tentu membuat kita miris. Polisi itu kan ibarat sapu, alat untuk membersihkan. Lha, kalau sapunya kotor, bagaimana bisa berfungsi untuk membersihkan?

Dan bukan hanya polisi, hakim pun yang sama berfungsi sebagai sapu, banyak yang terjerat  hukum karena melakukan aksi yang melanggar hukum; gratifikasi dan/atau korupsi.

Kalau para petugas penegak hukum banyak yang melanggar hukum, lalu bagaimana mereka bisa bertugas?

Kalau para penegak hukum tidak bertugas (dengan sebenarnya) bagaimana masyarakat bisa dijaga untuk tidak melanggar hukum?

Maka, wajarlah kalau aksi kejahatan semakin marak akhir-akhir ini.

Kembali ke topik.

Kenapa harus pribadi berakhlak?

Karena untuk memperbaiki masyarakat, yang paling penting dan utama adalah memperbaiki pribadi-pribadi yang membentuk masyarakat tersebut.

Allah Swt telah menempatkan pribadi sebagai pusat perubahan dalam firmanNya di surat ar-Ra'du ayat 11.

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum, sebelum kaum tersebut mengubah pribadi-pribadi mereka".

Dengan demikian, sudah seharusnya program pemberdayaan pribadi menjadi yang pertama dan dipentingkan. Pribadi berakhlak ditunjukkan dengan dua hal, yaitu kekuatan watak dan kompetensi.

Watak adalah apa/siapa kita sebenarnya. Watak kita ditentukan oleh integritas kita, yaitu kedewasaan dalam merespon segala hal dengan pertimbangan matang serta penuh keberanian dan tanggung jawab. Sedangkan kompetensi adalah masalah apa yang dapat kita lakukan. masalah kapasitas dan kapabilitas kita.

Aktivitas memberdayakan pribadi punya dimensi yang luas, seluas ruang jiwa yang ada dalam diri setiap pribadi. Muhammad Qutb, dalam bukunya 'Manhaj Tarbiyah Islamiyah' menyebutkan bahwa, "... dalam diri manusia ada ribuan senar jiwa yang mesti dipetik secara seimbang sehingga menghasilkan  harmoni yang menyejukkan alam. Dan Islamlah partitur yang akan mengantarkan sang dirijen berhasil memetiknya dengan sempurna."

Rasulullah telah mempraktekkannya. Dengan Islam ditambah kelembutan hati dan perkataannya beliau berhasil membentuk pribadi-pribadi yang berakhlak. Hasilnya kita bisa menyaksikan melalui sosok seperti Bilal bin Rabbah dan Amar bin Yasir, keduanya mantan budak yang kemudian tidak pernah abses dalam setiap peperangan bersama Rasulullah. Atau sosok Umar bin Khaththab, mantan preman yang kemudian seorang Yahudi pun merasakan keadilan di bawah kepemimpinannya. Atau sosok Ali bin Thalib, yang menerima kekalahan di pengadilan dalam kasus baju besinya, padahal saat itu ia seorang khalifah. Dan banyak lagi sosok-sosok pribadi berakhlak, hasil didikan Rasulullah Saw.

Dalam konteks kepemimpinan, pribadi-pribadi adalah calon yang akan menjadi pemimpin. Kalau diibaratkan proses produksi, pemimpin adalah output atau produk dari proses pemilihan (seleksi), dan pribadi-pribadi adalah bahan atau rawmaterial-nya.

Produk yang berkualitas akan sangat ditentukan oleh kualitas bahan yang akan diproses. Pemimpin yang berkualitas (berakhlak) pun akan sangat ditentukan oleh pribadi-pribadi yang berakhlak.

Karena sangat ingin negeri ini dipimpin oleh pemimpin yang berakhlak, maka saya pun sangat merindukan munculnya pribadi-pribadi yang berakhlak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun