Hari-hari ini kaum Muslimin sedang berbahagia, baik yang mampu melaksanakan kurban maupun yang tidak mampu melaksanakannya. Namun, sebenarnya, ada yang (selayaknya) bersedih.
Yang mampu melaksanakan kurban jelas bahagia karena dia telah berhasil mengalahkan nafsu duniawinya dan menggantinya dengan ketaatan pada syariat yang telah ditetapkan-Nya. Mampu melepaskan sebagian kesenangan pada harta untuk melaksanakan ajaran yang telah dicontohkan Rasul-Nya.
Yang tidak mampu melaksanakan kurban, karena tidak mampu secara harta (miskin) pun merasa bahagia, Dapat mengkonsumsi daging, bagi mereka, merupakan kebahagiaan yang sebelumnya, dalam kesehariannya, tidak bisa terbayangkan.
Lalu, siapa yang (selayaknya) bersedih?
Yang pura-pura tidak mampu!
Ya, mereka yang sebenarnya mampu untuk melaksanakan kurban, tetapi 'memperhitungkan sendiri' bahwa mereka tidak mampu.
Kenapa mereka layak bersedih?
Karena mereka dianggap tidak termasuk golongan Rasulullah Saw.
Lho, bukannya hukum berkurban itu sunah?
Begini, menurut keterangan, hukum berkurban itu ada dua pendapat. Menurut mazhab Syafi'i dan Maliki hukum berkurban adalah merupakan sunnah muakkad atau sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan. Sementara itu menurut mazhab Hanafi dan Hambali, hukum berkurban adalah wajib bagi yang mampu dan bermukim di suatu tempat dalam beberapa waktu.