Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Boleh Pamer asal Jangan Berlebihan dan Jangan dari Hutang

22 Juni 2022   06:00 Diperbarui: 22 Juni 2022   06:18 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu pengaruh negatif semakin modernnya zaman adalah munculnya perilaku konsumtif masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konsumtif adalah 'bersifat konsumsi (hanya memakai, tidak menghasilkan sendiri)'. Walaupun menurut KBBI arti konsumtif itu tidak terlalu negative, tetapi ada yang mengartikan perilaku konsumtif adalah kecenderungan seseorang berperilaku berlebihan dalam membeli sesuatu atau membeli secara tidak terencana.

Serbuan iklan mau tidak mau menjadi pemicu perilaku konsumtif itu. Sepertinya hampir setiap menit kita dipaksa melihat tayangan iklan, di mana pun, di media apa pun. Serbuan iklan ini menyihir dan membuat semua yang dilihat seolah menjadi kebutuhan yang harus segera dibeli.

Perkembangan teknologi internet turut menambah kemudahan berbelanja. Baik cara belanjanya (online) maupun tempat berbelanjanya, maraknya marketplace dengan sejumlah fiturnya.

Kemudahan bertransaksi pun ikut menyumbang naiknya tingkat konsumtif masyarakat. Menggunakan internet banking atau aplikasi-aplikasi pembayaran, hanya dengan beberapa kali klik, transaksi kita selesai, dan tinggal menunggu barang yang dibeli tiba.

Hadirnya media sosial (medsos) menjadi pemicu tambahan lagi. Ingin tampil 'istimewa' dan 'luar biasa' di medsos telah mendorong timbulnya perilaku pamer di masyarakat. Dan keinginan pamer ini berkelindan dengan perilaku knsumtif. Demi pamer, memaksakan beli walaupun sebenarnya tidak mampu. Dan, ujung-ujungnya pinjam uang, pay later, atau bayar nyicil, yang semuanya sama-sama namanya hutang.

Padahal perilaku konsumtif, dalam arti berlebih-lebihan, sangat tidak dianjurkan. Bahkan dalam Islam termasuk perbuatan tercela, apalagi kalau sampai memaksakan diri dengan berhutang.

Allah Swt berfirman,

"Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-A'raf Ayat 31)

Ayat di atas jelas menyebutkan 2 objek yang sering dikonsumsi secara berlebihan, yaitu pakaian dan makanan.

Coba saja cek beranda FB atau IG kita, seringnya kita melihat status teman-teman kita sedang pamer pakaian, sepatu, atau tas baru atau sedang makan-makan di tempat yang menurutnya istimewa. Atau mungkin kita sendiri sering pamer begitu?

Ayat di atas pun diawali dengan kalimat perintah. Artinya, berpakaian, makan dan minum itu tidak dilarang, yang dilarang itu berlebih-lebihannya.

Rasulullah Saw dalam sebuah hadis lebih menjelaskan. Beliau bersabda,

"Makanlah, minumlah, bersedekahlah, dan berpakaianlah tanpa ada kesombongan dan pemborosan, karena sesungguhnya Allah ingin agar jejak nikmatNya terlihat pada diri hambaNya." (HR. Ahmad) (Ad-Durar al -Mantsur/3/443)

Allah Swt ingin nikmat yang Dia berikan dapat terlihat dirasakan oleh hambaNya. Jadi, memakai pakaian yang bagus-bagus itu boleh, makan yang enak-enak itu boleh, asal jangan saat memakainya pakaian indah atau makan makanan yang enak itu tidak timbul sifat sombong dan juga tidak boros (berlebihan).

Diperkuat lagi dengan,

"Makanlah apa yang kamu inginkan, minumlah apa yang kamu inginkan dan pakailah apa yang kamu inginkan, selama tidak ada pada dirimu dua hal, berlebih-lebihan atau kesombongan." (HR. Ibnu Abi Syaibah)

Termasuk tindakan berlebih-lebihan adalah mengkonsumsi sesuatu yang halal, tetapi melebihi kebutuhan. Az-Zajjaj berkata, "Janganlah kalian memasukkan sesuatu yang halal melebihi kebutuhan."

Juga termasuk memakai pakaian yang terlalu mewah. Terutama saat pakaian itu dikenakan untuk menaikkan prestise atau popularitas. Rasulullah Saw bersabda,

"Barangsiapa mengenakan pakaian popularitas di dunia, Allah akan memakaikan untuknya pakaian kehinaan pada hari kiamat. Kemudian Ia aka menyalakan api neraka pada pakaian tersebut." (HR. Ibnu Majah)

Sebenarnya tanpa dalil-dalil di atas pun, perilaku pamer, karena sombong, ingin naik prestise, atau ingin dianggap 'hebat' adalah perilaku yang salah, bahkan termasuk salah satu penyakit mental.

Maraknya berita tentang nasabah yang terjerat pinjaman online sampai harus membayar berkali-kali lipat dari yang dipinjam, bisa jadi karena efek dari perilaku konsumtif dan budaya pamer. Yang lebih ngeri lagi, saat berhutang tidak bisa lagi, maka larinya ke tindakan kriminal; mencuri, mencopet, membegal, atau merampok, untuk memenuhi keinginan konsumtifnya.

Akhir kata, saya hanya ingin memberi nasihat.

Kalau Anda ingin pamer di medsos, pamer pakaian baru atau makan enak, atau lagi travelling, lihat-lihat dulu di list pertemanan Anda. Apakah ada nama teman Anda yang memberi pinjaman kepada Anda, dan sampai saat ini Anda belum melunasinya?

Sakit lho, rasanya. Saat teman kita yang sulit sekali ditagih hutangnya, etapi malah dia nyetatus di medsos, sedang pamer kemewahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun