Taklupa warga pun membawa makanan dan minuman yang ada di rumah masing-masing, untuk menjamu tamu-tamu yang melayat, serta untuk menjamu warga yang bantu-bantu.di rumah Haji Sobarna.
Sudah lama, di kampung Cikijing, bila ada yang warga yang meninggal dunia, keluarga yang ditinggal tidak direpotkan dengan harus menyediakan atau memasak untuk para pelayat. Mereka tidak ingin membebani warga yang sedang berduka.
Menjelang Zuhur prosesi pemakaman Haji Sobarna selesai. Warga pun kembali ke rumah masing-masing. Beberapa warga, khususnya ibu-ibu, Kembali ke rumah Haji Sobarna, untuk menghibur dan menemani putri Haji Sobarna.
***
Sehari setelah meninggalnya Haji Sobarna, warga tidak ada yang merasa aneh. Warga kembali beraktivitas biasa. Termasuk Jumadi dan Karno yang mencangkul sawah almarhum.
Di hari ketiga warga baru menyadari, bahwa sejak meninggalnya Haji Sobarna tidak ada lagi warga yang mendapat bingkisan ajaib. Esoknya pun begitu, tidak ada warga yang di pagi hari mendapat kejutan dengan bingkisan ajaib.
Tahulah warga bahwa selama ini yang mengirim bingkisan ajaib ke rumah-rumah warga, tiap malam, adalah Haji Sobarna.
"Pantas ... waktu saya kemarin itu bantu-bantu di rumah pak Haji, di kamar yang belakang, saya lihat banyak beras berkarung, dan ada juga karung-karung kosong," cerita Bu Iyam pada ibu-ibu yang lain.
"Tidak heran kalau hidup Pak Haji selalu kelihatan tenang, usahanya pun selalu maju, sawah-sawahnya pun kalau panen selalu paling banyak hasilnya," timpal Bu Aneng.Â
"Iya, Bu. Bahkan kata suami saya, waktu memandikan jasad Pak Haji, dari tubuhnya itu tercium baru harum," tambah Bu Ratna.
"Suami saya juga cerita, waktu dia ikut mandiin, di pundak almarhum terlihat hitam-hitam. Rupanya karena tiap malam memanggul beras, pundaknya jadi kapalan." Ibu Reni tak mau ketinggalan berbagi cerita.