"Menurutku juragan kita pun termasuk manusia berhati malaikat, No." Jumadi meletakkan gelas kopi di nampan kayu lalu meraih pisang goreng.
"Pak Haji Sobarna maksudmu?" tanya Karno yang dijawab anggukan oleh Jumadi.
"Selain upah yang kita terima lebih besar dari upah di tempat lain, setiap hari juga ngasih kita kopi dan gorengan," tambah Jumadi.
"Betul, saya juga merhatiin, sekarang-sekarang ini, Pak Haji makin rajin ke masjidnya. Sekarang dia selalu paling pertama datang dan paling terakhir keluar masjid. Sedekahnya pun makin sering, hampir setiap hari selalu saja ada warga yang dikirimi makanan untuk buka puasa."
"Rupanya meninggalnya Bu Haji, sebulan yang lalu, sangat mempengaruhinya."
Obrolan keduanya terhenti karena harus melanjutkan pekerjaan mereka.
***
Mentari belum menampakkan diri walaupun cahaya peraknya sudah menerangi kampung Cikijing, saat sebuah suara dari toa masjid mengagetkan warga kampung.
"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, telah berpulang ke rahmatullah bapak Haji Sobarna, tadi malam, pukul 2 lebih 10 menit."
Bagaimana warga kampung tidak kaget, sehari sebelumnya mereka masih melihat Haji Sobarna beraktivitas seperti biasa. Juga tidak mendengar beliau sakit. Bahkan, kata Mang Karta, semalam dia ngobrol dengannya, tentang rencana renovasi Masjid sampai jam 11, dan tidak terlihat sakit.
Warga kemudian berbondong-bondong ke rumah Haji Sobarna. Sebagaimana biasa, warga berbagi tugas, ada yang menggali kubur, ada yang memandikan jenazah, ada yang membantu putri satu-satunya Haji Sobarna di rumah, dan lain-lain.