Sesuai skedul yang sudah diumumkan, hari ini adalah hari perhitungan. Setiap manusia yang sudah menjalani perjalanan panjang, menelusuri jalan kehidupan di dunia, akan diminta laporan, apa saja yang sudah dilakukan selama perjalanan panjang tersebut, perbuatan baikkah atau perbuatan dosa. Semuanya akan dihitung, tanpa ada yang terlewat sedikitpun.
Perhitungannya akan dilakukan dengan perbandingan. Akan ada reward dan punishment tergantung hasil perbandingannya. Jika perbuatan baik lebih banyak dibanding perbuatan dosa, maka seorang manusia itu akan dipersilahkan untuk memasuki Taman Kenikmatan. Sebuah tempat yang tiap jengkalnya dipenuhi dengan berbagai kesenangan. Orang yang tinggal di dalamnya tinggal menjetikkan jari untuk menikmati apa pun yang diinginkannya.
Sebaliknya, apabila perbuatan dosanya yang lebih banyak, maka seorang manusia itu akan dilempar ke Lembah Kesengsaraan. Sebuah tempat yang tiap jengkalnya dipenuhi kesakitan. Kesakitan yang belum pernah ada yang merasakannya di dunia. Konon, kesakitan yang paling rendah di lembah tersebut adalah berupa sandal yang terbuat dari besi panas, yang apabila seseorang memakainya maka otak di kepalanya akan menggelegak, mendidih.
Aku sudah bersiap, sejak dini hari, dengan tas-tas besar berisi perbuatan baikku. Dua tas di tangan kiriku. Satu berisi perbuatan baikku kepada teman-teman sekantor, sesekolah, sekampus, sekampung, dan siapapun yang berinteraksi denganku. Satunya lagi berisi perbuatan baik karena aktivitas sosialku, menyantuni anak yatim, sedekah tiap hari jum'at, donasi ke lokasi bencana, dan lain-lain. Aku tersenyum melihat kedua tas itu.
Sementara tangan kananku menggenggam tiga tas, penuh dengan perbuatan baik karena telah melaksanakan berbagai ibadah, baik ibadah yang wajib maupun yang sunah. Ibadah fisik maupun ibadah hati.
Ditambah seransel besar, yang bertengger di punggungku, penuh berisi perbuatan baik karena aku telah berdakwah, mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran terjadi, melalui lisan maupun tulisan.
Dengan lima tas besar plus ransel tersebut aku melangkah pasti menuju ruangan sidang perhitungan. Aku menoleh ke kiri dan ke kanan, kulihat orang-orang sama bergegasnya denganku, dengan bawaan masing-masing. Aku tersenyum sinis pada seorang bapak di sebelah kananku yang hanya membawa satu tas kecil.
Tibalah saat namaku dipanggil oleh Sang Pengadil. Dengan percaya diri aku serahkan kelima tas dan ranselku. Beberapa waktu diperlukan untuk memverifikasi perbuatan baikku. Dan alangkah berbahagianya aku saat mendengar bahwa perbuatan baikku lebih banyak daripada perbuatan dosaku. Tuhan, Sang Pengadil, menetapkanku layak masuk ke Taman Kenikmatan. Dia segera memerintahkan asistenNya, Malaikat Ridwan, untuk mengantarkanku.
Namun, baru beberapa langkah, hendak meninggalkan ruang sidang, tiba-tiba seseorang berteriak. "Tuhan! Aku mau protes."
Seorang lelaki, seumuran denganku, mengacungkan tangan. Sang Pengadil segera menghentikanku dan menyuruhku kembali ke ruang sidang.