Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Marah, Virus Hablum Minannas

23 April 2022   08:44 Diperbarui: 23 April 2022   08:45 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain hadis ciri orang beriman kepada Allah Swt dan hari akhir, yang saya bahas di tulisan sebelumnya, ada satu hadis lagi yang juga diajarkan kepada anak-anak TKIT, bahkan wajib dihafalkan, yaitu hadis berikut,

"Laa taghdob falakal jannah"

(Jangan marah maka surga bagimu)

Dalam kalimat lain, bunyi hadis di atas bisa seperti ini, 'Kalau mau masuk surga, jangan marah.'

Tapi apakah sesaklek itu, marah bisa mencegah kita masuk surga?

Mungkin jawabannya, 'tergantung situasinya, tergantung dasarnya, apa alasan rasa marah timbul'. Walaupun sikap marah memang bisa mengganggu hubungan kita dengan orang lain. Takjarang pertemanan yang lama terjalin, bisa putus gara-gara satu pihak marah. Marah bisa menjadi virus yang mengganggu Hablum minannas.

Lalu, apakah Rasulullah Saw tidak pernah marah?

Tentu saja pernah. Rasulullah Saw pun pernah marah. Cuma, kalau beliau marahnya karena Allah Swt.

Mungkin muncul pertanyaan lagi, 'Kapan Rasulullah Saw marah?'

Setidaknya ada 3 hadis yang meriwayatkan beliau marah karena ada alasan yang syar'i.

Pertama, hadis yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin (Ibunya orang-orang beriman), Aisyah Ra.

"Rasulullah Saw tidak pernah menggunakan tangannya untuk memukul sesuatu, baik istri maupun pembantu, kecuali sedang berjihad di jalan Allah. Dan sama sekali tidak pernah dendam kepada orang yang menyakitinya, kecuali jika larangan Allah dilanggar, maka beliau marah karena Allah." (HR. Muslim, 4296).

Kedua, hadis yang juga diriwayatkan oleh Aisyah Ra.

Suatu hari terjadi kasus pencurian yang pelakunya seorang wanita terhormat, karena wanita itu keturunan salah satu suku Quraisy terkemuka.

Lalu, orang-orang dari suku Quraisy tersebut berkeinginan supaya wanita tersebut tidak dijerat hukum, atau setidaknya hukumannya diringankan.

Salah seorang dari mereka berkata, "Siapa gerangan yang bisa menjadi penyambung lidah perihal pencurian ini kepada Rasulullah?"

Diantara mereka ada yang menjawab, "Siapa lagi yang berani berbicara kepada beliau selain Usamah, dia orang yang dikasihi Rasulullah?"

Kemudian Usamah pun diutus untuk menghadap Rasulullah Saw dan menyampaikan tentang kasus pencurian serta keinginan mereka tersebut.

Merah muka Rasulullah saw mendengar apa yang dikatakan Usamah. Beliau kemudian bersabda, "Apakah engkau hendak memberi keringanan dalam suatu hukuman di antara hukuman-hukuman yang ditetapkan Allah?"

Kemudian beliau berdiri menyampaikan khutbah, "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah bahwa jika ada orang terkemuka di tengah mereka mencuri, maka mereka lepaskan. Sedangkan jika orang lemah di tengah mereka yang mencuri, maka hukum ditegakkan kepadanya. Demi Allah, kalau Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya." (HR. Muslim, 4410).

Rasulullah Saw sangat marah, karena diminta meringankan hukuman untuk wanitah yang mencuri tersebut.

Ketiga, hadis yang diriwayatkan dari Abu Mas'ud Ra, dia berkata, "Seorang laki-laki datang mengadu kepada Nabi Saw, lalu berkata, "Sesungguhnya saya tidak ikut berjamaah salat subuh karena si Fulan mengimami kita dengan bacaan yang panjang".

Mendengar pengaduan tersebut Rasulullah Saw pun marah. Abu Mas'ud kemudian berkata, "Saya tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah Saw semarah itu dalam menyampaikan petuah. Beliau bersabda, "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya di antara kalian ada yang membuat orang-orang menjauh. Siapa di antara kalian mengimami orang-orang, maka ringankanlah karena sesungguhnya di tengah mereka ada yang sakit, ada yang tua, dan ada yang punya keperluan." (HR. Bukhari 6110, dan Muslim 466).

Ketiga riwayat di atas menunjukkan bahwa marah karena Allah termasuk akhlak yang mulia. Bahkan Imam Nawawi dalam kitab riyadhusshalihin menuliskan satu bab khusus tentang hal ini. Yaitu Bab 'Marah ketika Kemuliaan Syariat Dinistakan, dan Pembelaan terhadap Agama Allah Ta'ala'.

Jadi, marah yang menyebabkan kita terhalang masuk surga adalah marah karena nafsu. Apalagi marah karena hal-hal yang sepele. Marah-marah karena hal sepele ini yang mengganggu hubungan kita dengan orang lain (Hablum minannas) menjadi tidak sehat. Ibarat virus jahat yang masuk ke dalam tubuh, yang menyebabkan kita tidak sehat (sakit).

Kita memang sama dengan Rasulullah Saw, pernah marah. Namun, bedanya kita dengan beliau dalam marah ini hanya 'sedikit'.

Kalau Rasulullah Saw, marahnya sedikit.

Kalau kita, sedikit-sedikit marah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun