Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Rindu yang Tak Sampai

5 April 2022   06:27 Diperbarui: 5 April 2022   06:29 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dhamrah bin Jundub (Koleksi Pribadi)

Intimidasi yang dilakukan orang-orang Quraisy kepada kaum Muslimin semakin menjadi-jadi. Setiap hari selalu ada pengikut Rasulullah Saw yang disiksa, dipaksa untuk kembali ke kepercayaan pada berhala. Rasulullah Saw merasa sedih. Beliau harus menyelamatkan para pengikutnya, juga merasa perlu mencari tempat (wilayah) yang tepat untuk pusat penyebaran risalah Islam yang dibawanya.

Pilihan pertama adalah Habasyah. Beliau kemudian memerintahkan beberapa orang untuk hijrah ke sana, untuk melihat kemungkinannya dijadikan pusat penyebaran Islam. Di antara yang berangkat adalah putrinya sendiri, Ruqayah, berserta menantunya, Utsman bin Affan.

Setelah berbagai pertimbangan, Habasyah kurang baik untuk dijadikan destinasi hijrah kaum Muslimin. Maka, pilihan berikutnya adalah kota Yatsrib. Setelah mengutus Mushaib bin Umair untuk mengkondisikan Yatsrib, dan sudah ada beberapa pemuka kota Yatsrib yang sudah memeluk Islam, maka kemudian secara sembunyi-sembunyi kaum Muslimin berangkat dari Makkah menuju Yatsrib.

Sudah beberapa bulan Rasulullah Saw dan kaum Muslimin hijrah ke Yatsrib, yang kemudian berganti nama menjadi Madinah.

Pengikut Rasulullah Saw yang masih tinggal di Makkah tinggal sedikit. Selain Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi, mereka yang belum berhijrah kebanyakan Muslimin yang punya keterbatasan untuk melakukan hijrah, seperti anak-anak, orang tua, dan yang tidak mampu lainnya.

Rasulullah Saw memang memberi keringanan untuk yang tidak mampu. Mereka diminta memilih, tetap tinggal di Makkah atau ikut berhijrah bersama maum Muslimin lainnya.

Salah satu pengikut Rasul yang masih tinggal di Makkah adalah Dhamrah bin Jundub. Usianya memang tidak muda, 85 tahun. Tentu saja ia termasuk golongan yang diberikan keringanan untuk tidak berhijrah.

Kerinduan yang mendalam kepada Rasulullah telah membuatnya gelisah. Dhamrah bin Jundub tidak tenang tinggal di Mekah. Ia membayangkan betapa indah dan nikmatnya hidup di Madinah bersama Rasulullah Saw. Ia rindu suara Rasulullah Saw saat menyampaikan firman Allah Swt. Ia ingin melihat kembali tatapan Rasulullah yang tenang dan menenangkan.

Dhamrah berpikir berulang-ulang, apakah ia harus menyusul hijrah ataukah tetap tinggal di Makkah?

Setelah kerinduannya meluap dan keyakinannya menguat Dhamrah bin Jundub memutuskan untuk segera berangkat ke Madinah. Maka ia pun memanggil istrinya untuk menyampaikan keinginannya itu.

"Bapak ini sudah tua, renta malah, sudah 85 tahun, apa sanggup berjalan ke Madinah yang jaraknya ratusan kilo?" Istrinya bertanya dengan mengingatkan akan kondisi dirinya dan perjalanan yang jauh. Istrinya berharap Dhamrah bin Jundub tersadarkan sehingga dia tidak memaksa pergi.

"Insya Allah, Bu. Kerinduanku berjumpa dengan Rasulullah tak tertahankan lagi. Juga rindu kepada Abu Bakar, Utsman, dan yang lainnya," jawab Dhanrah bin Jundub sambil menatap lekat wajah istrinya.

"Jadi, Bapak mau memaksa pergi juga, bukannya Rasulullah sudah memberi keringanan kepada kita?" tanya istrinya lagi.

"Aku masih bisa berjalan normal, bu. Dan aku tahu jalan menuju Madinah. Aku khawatir aku tidak termasuk yang mendapat keringanan dari Rasulullah."

Setelah berdialog beberapa kalimat lagi, istrinya menyerah. Dia tidak bisa menahan Dhamrah bin Jundub untuk pergi berhijrah. Perbekalan pun disiapkan untuk mengarungi perjalanan sejauh 487 kilometer.

Di hari yang dirasa tepat untuk memulai perjalanan hijrah, Dhamrah pun berangkat meninggalkan istri dan kampung halamannya. Langkah rentanya tegap menuju kota Madinah, kota di mana orang yang paling dicintainya berada. Usianya yang lanjut seolah tidak dihiraukan demi memenuhi kerinduan yang bergejolak.

Namun, Allah Swt berkehendak lain. Allah Yang Maha Mengetahui mempunyai skenario lain. Di setengah perjalanan Dia menjemput ajal Dhanrah bin Jundub.

Kabar wafatnya Dhamrah bin Jundub tersiar kepada istrinya di Makkah. "Ooh ... seandainya dia mau mendengar nasihatku, mungkin kematian tidak menjemputnya di tengah perjalanan." Istrinya hanya sanggup berkata lirih. Ada rona menyesal di wajahnya.

Ternyata tersiar pula kabar meninggalnya Dhamrah bin Jundub ke Madinah, kota yang menjadi tujuannya. Beberapa Muslimin di Madinah berujar, "Andai Dhamrah telah sampai Madinah, maka hijrahnya terpenuhi dan pahalanya sempurna."

Namun, Allah Yang Maha Rahman dan Maha Mengetahui ketulusan niat hamba-Nya dalam berhijrah, tidak mengabaikan upaya Dhamrah bin Jundub. Tidak lama berselang Allah menyampaikan firmanNya kepada Rasulullah Saw untuk menjawab dugaan-dugaan yang berkembang.

Rasulullah Saw pun menyampaikan kepada kaum Muslimin,

"Dan sesiapa yang berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."*

Dengan ayat ini, Allah menerangkan bahwa telah sempurna pahala hijrah bagi Dhamrah bin Jundub meskipun belum sampai ke Madinah.

Rindu Dhamrah bin Jundub kepada Rasulullah Saw tidak sampai, tetapi kerinduannya tergantikan oleh perjumpaan dengan Yang Maha Penyayang.

*****

*QS. An-Nisa ayat: 100

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun