Tulisan ini merupakan sebagian dari kisah hidup kami (saya dan istri) yang sangat dramatis. Saya tulis kisah ini semoga ada inspirasi untuk pasangan-pasangan yang kebetulan bernasib sama dengan kami.
Jadi begini, beberapa bulan setelah menikah, istri saya hamil, tentu saja kita berdua bersuka cita. Namun, 2 bulan kemudian istri saya keguguran. Operasi kuret pun kemudian dilakukan.
Setahun kemudian istri saya hamil lagi, tetapi 2 atau 3 bulan masa kehamilan, istri kembali keguguran. Dan kembali harus mengalami kuret. Dan harus istirahat lagi. Saran dokter, minimal 6 bulan harus diusahakan jangan sampai hamil.
Setahun kemudian istri saya hamil lagi. Dan ... lagi-lagi sebelum masa kehamilan 4 bulan istri kembali keguguran, dan lagi-lagi harus dikuret. Penasaran karena keguguran terus menerus, maka istri pun diperiksa. Hasil pemeriksaan menyatakan di dalam rahim istri ada virus Toksoplasma. Istri pun diterapi. Saya dan istri pun, karena penasaran, membaca berbagai informasi tentang virus Toksoplasma.
Selain terapi medis, istri pun rajin meminum jamu-jamuan serta terapi pijat. Pokoknya saking ingin segera memiliki buah hati, selama terapi, istri juga suka bertanya atau konsultasi kepada siapa pun bagaimana supaya kehamilan nanti tidak keguguran lagi. Dan lucunya, apapun yang disarankan orang yang ditanya, pasti akan dilakukan oleh istri saya. harus minum ini, harus minum itu, harus dipijat di sana, dan lain-lain.
Tentu saja jadi merepotkan, apalagi jika ada yang ngasih saran harus dipijat di sesetempat, yang letaknya cukup jauh. Dan itu tidak hanya satu tempat.
Akhirnya istri pun hamil untuk yang keempat kalinya. Kita pun merasa optimis kali ini tidak akan keguguran, karena sudah melakukan berbagai terapi, medis maupun alternatif. Namun, Tuhan berkehendak istri saya harus keguguran lagi. Tetap, di masa kehamilan sebelum 4 bulan. Dan kembali harus dikuret. Menurut dokter, si Toksoplasma masih bersemayam di rahim istri.
Terapi terus dilanjutkan, usaha ke alternatif pun tetap dilakukan. Sampai kemudian hamil lagi yang kelima, dan kembali keguguran serta dikuret lagi. itu terjadi di awal tahun kelima pernikahan.
Melihat kondisi tersebut, istri sempat pesimis dan sempat berpikir untuk tidak punya momongan saja. Saya menyetujui tetapi karena kasihan kepada istri. Kasihan kalau sampai berkali-kali keguguran dan harus dikuret.
Pertengahan tahun kelima pernikahan itu, istri saya ternyata hamil. Atas saran dokter, kehamilan kali ekstra dijaga, kunjungan ke dokter pun dipersering. Alhamdulillah ... kehamilan istri melewati usia 4 bulan. Kita pun menjadi optimis, masa kritis keguguran sudah terlewati. Harapan kembali membesar.
Akhir Januari tahun berikutnya, istri pun melahirkan seorang putri di rumah bersalin jalan Jembar, daerah Cicadas Bandung. Dengan selamat, sehat kedua-duanya.
Ada beberapa hal yang membuat tegang, sedih, sekaligus lucu saat istri melahirkan itu. Yang membuat tegang, tentu saja, selain karena ini kelahiran pertama juga karena pengalaman keguguran beberapa kali sebelumnya.
Sedih. Sebelum proses melahirkan, bidan di RSB itu bertanya pada saya, apakah mau didampingi dokter anak selain dokter kandungan? Saya tidak bertanya kenapa harus ada dokter anak, padahal sudah ada dokter kandungan. Saya yang sedang tidak punya uang banyak (dalam perhitungan saya saat itu tidak akan cukup kalau harus membayar dokter anak juga) kemudian menjawab tidak.
Setelah menangani proses kelahiran istri, si dokter kandungan mendatangi saya, dan langsung memarahi saya. Saya tentu saja kaget ... dan sedih.
"Bapak ini bagaimana? Apakah bapak tidak khawatir ada apa-apa dengan istri anak bapak? Melihat rekam medis istri bapak, harusnya kelahiran tadi didampingi juga oleh dokter anak!" demikian kira-kira teguran dokter kandungan itu. Tentu saja saya hanya diam.
"Beruntung proses kelahirannya lancar, dan anak bapak tidak cacat." Si dokter kandungan melanjutkan, dan tentu saja kalimat terakhirnya membuat kaget dan juga senang.
Cacat. Ya, membaca tentang Toksoplasma, hal yang kami khawatirkan terjadi dengan anak kami adalah terlahir tidak normal alias cacat. Dari literatur yang kami baca, banyak kejadian bayi yang lahir cacat dikarenakan virus toksoplasma.
Dan ini menjadi bagian cerita yang lucunya. Karena membaca literatur-literatur tentang Toksoplasma itu, terutama di bagian kemungkinan anak terlahir cacat. Istri saya sebelum melahirkan sempat bermimpi bahwa anak kami nanti terlahir dengan kaki hanya sebatas lutut. Sehingga setelah melahirkan, istri saya mendesak, bahkan memaksa, kepada perawat untuk segera memperlihatkan bayinya. Dan saat bayi didekatkan, yang pertama dilihat adalah kedua kakinya. Tentu saja para perawat tersenyum melihat kelakuan istri.
Dan ... setelah putri pertama kami ini lahir. Setiap dua tahun setengah lahirlah adik-adiknya. Lengkaplah kebahagiaan kami dengan 4 orang buah hati.
Semoga ada manfaat di kisah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H