Akhir Januari tahun berikutnya, istri pun melahirkan seorang putri di rumah bersalin jalan Jembar, daerah Cicadas Bandung. Dengan selamat, sehat kedua-duanya.
Ada beberapa hal yang membuat tegang, sedih, sekaligus lucu saat istri melahirkan itu. Yang membuat tegang, tentu saja, selain karena ini kelahiran pertama juga karena pengalaman keguguran beberapa kali sebelumnya.
Sedih. Sebelum proses melahirkan, bidan di RSB itu bertanya pada saya, apakah mau didampingi dokter anak selain dokter kandungan? Saya tidak bertanya kenapa harus ada dokter anak, padahal sudah ada dokter kandungan. Saya yang sedang tidak punya uang banyak (dalam perhitungan saya saat itu tidak akan cukup kalau harus membayar dokter anak juga) kemudian menjawab tidak.
Setelah menangani proses kelahiran istri, si dokter kandungan mendatangi saya, dan langsung memarahi saya. Saya tentu saja kaget ... dan sedih.
"Bapak ini bagaimana? Apakah bapak tidak khawatir ada apa-apa dengan istri anak bapak? Melihat rekam medis istri bapak, harusnya kelahiran tadi didampingi juga oleh dokter anak!" demikian kira-kira teguran dokter kandungan itu. Tentu saja saya hanya diam.
"Beruntung proses kelahirannya lancar, dan anak bapak tidak cacat." Si dokter kandungan melanjutkan, dan tentu saja kalimat terakhirnya membuat kaget dan juga senang.
Cacat. Ya, membaca tentang Toksoplasma, hal yang kami khawatirkan terjadi dengan anak kami adalah terlahir tidak normal alias cacat. Dari literatur yang kami baca, banyak kejadian bayi yang lahir cacat dikarenakan virus toksoplasma.
Dan ini menjadi bagian cerita yang lucunya. Karena membaca literatur-literatur tentang Toksoplasma itu, terutama di bagian kemungkinan anak terlahir cacat. Istri saya sebelum melahirkan sempat bermimpi bahwa anak kami nanti terlahir dengan kaki hanya sebatas lutut. Sehingga setelah melahirkan, istri saya mendesak, bahkan memaksa, kepada perawat untuk segera memperlihatkan bayinya. Dan saat bayi didekatkan, yang pertama dilihat adalah kedua kakinya. Tentu saja para perawat tersenyum melihat kelakuan istri.
Dan ... setelah putri pertama kami ini lahir. Setiap dua tahun setengah lahirlah adik-adiknya. Lengkaplah kebahagiaan kami dengan 4 orang buah hati.
Semoga ada manfaat di kisah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H