Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tinggalkan yang Meragukan

13 Februari 2022   11:07 Diperbarui: 13 Februari 2022   11:43 2630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hadis merupakan salah satu referensi, selain Al-Quran, yang harus dijadikan acuan seorang Muslim dalam semua aktivitas kehidupannya. Ada ribuan hadis yang diriwayatkan para periwayat hadis seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam At-Tirmizi, Imam An-Nasai, Imam Ibnu Majah, dan yang lainnya.

Dari ribuan hadis tersebut, oleh Imam Nawawi diambil 42 hadis yang kemudian dikumpulkannya dalam sebuah kitab kecil yang dikenal dengan Hadits Arbain atau Arbain Nawawi. Banyak yang menyebutkan bahwa keempat puluh hadis tersebut merupakan pokok-pokok ajaran Islam.

Salah satu hadis dalam Hadits Arbain tersebut adalah hadis tentang perintah untuk meninggalkan sesuatu yang meragukan dan mengambil sesuatu yang tidak meragukan. Redaksi hadis tersebut adalah sebagai berikut,

"Da' maa yariibuka ilaa maa laa yariibuka".

(Tinggalkan apa yang meragukan dan kerjakan apa yang tidak meragukanmu)

Perawi (periwayat) hadis ini Hadis ini Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw. Matan (redaksi) hadisnya sederhana, singkat, tetapi maknanya dalam dan sangat penting untuk dipahami serta dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim.

Hadis ini bahkan dikatakan yang mendasari adanya kaidah ushul fiqh yang berbunyi 'Al-Yaqqinu laa yazaalu bisy-syak', yang artinya 'Keyakinan tidak bisa dihapus dengan keraguan'.

Penjelasan hadis yang singkat ini sangat luas, tidak akan cukup kalau mau diulas lengkap hanya dengan menuliskannya di kompasiana. Namun, secara sederhana saya akan menjelaskan sebagian dari ulasan hadis ini.

Kaidah ushul fiqh serta makna hadis di atas secara sederhana bisa dijelaskan sebagai berikut. Misalkan, setelah melaksanakan salat Maghrib kita melakukan berbagai aktivitas, seperti membaca, menulis, makan, atau apapun, sampai terdengar azan salat Isya. Lalu muncul keraguan dalam diri kita, sudah batal belum ya wudu kita? Maka, keraguan itu harus ditinggalkan dan kembalikan pada yang yakin, yaitu kita dalam keadaan berwudu. Jadi saat hendak melaksanakan salat Isya, tidak perlu berwudu lagi.

Kita yakin sudah berwudu, karena telah melaksanakan salat Maghrib.

Kita ragu-ragu, batal tidak ya selama melakukan beraktivitas.

Maka, ambil yang yakin.

Lain halnya kalau kita kemudian buang angin (kentut) dan kita sadari. Maka yang kita yakini adalah kita sudah batal wudu (tidak ragu), sehingga harus berwudu lagi sebelum melaksanakan salat Isya.

Itu contoh kasus sederhana dalam mengimplementasikan hadis di atas. Dalam hal lain, hadis ini juga bisa dijadikan filter saat menerima berbagai informasi, termasuk yang berkenaan dengan pelaksanaan ibadah.

Sudah kita rasakan bersama, di era internet sekarang ini, kita tidak bisa mencegah derasnya arus informasi menghampiri kita. Setiap pagi saat membuka grup-grup Whatsapp, sering kita dihadapkan pada puluhan broadcast yang memenuhi ruang chat grup, baik itu berupa video (youtube atau tiktok) atau teks yang terkadang tidak jelas siapa penulisnya. Dan, informasi-informasi yang kita terima itu sering mempengaruhi keyakinan kita atas sesuatu yang sebelumnya kita yakini kebenarannya.

Misalnya saja, kita selama ini melaksanakan ibadah salat sesuai yang kita pelajari dari ustad yang kita percaya dan dari kitab-kitab yang direkomendasikannya. Kemudian kita menerima informasi, dari informasi yang tersebar di grup-grup, bahwa apa yang kita lakukan (pelaksanaan salat) itu salah. Maka, sikap kita sebaiknya tetap dengan yang kita yakini dahulu.

Adapun informasi yang kita terima melalui grup WA itu, kita anggap meragukan dan tidak diikuti. Namun, tidak begitu saja ditolak juga. Hal-hal baru, yang untuk sementara kita ragukan, itu harus memancing keingintahuan kita. Sehingga kemudian kita mempelajarinya dengan serius sampai kita yakin hal itu memang ada dalilnya, ada referensinya. Setelah mempelajarinya kita kemudian bisa melakukan perbandingan.

Keraguan terhadap sesuatu harus memancing semangat kita dalam mencari ilmu. Sehingga jika hari ini kita ragu terhadap suatu masalah, maka sepekan/sebulan/setahun kemudian kita jangan ragu lagi, karena kita sudah mempelajarinya.

Wallahu'alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun