"Ungkapan apa?"
"Mas menemukan ungkapan itu ada di dalam buku ini." Andre menyerahkan buku yang tadi dibacanya, dan membuka halaman yang berisi ungkapan yang diucapkan Asmin.
"Sirikaji nanimmantang attalasa' ri linoa, punna tenamo siri'nu matemako kaniakkangngami angga'na olo-oloka." Istri Andre membacanya dengan pelan.
"Artinya." Istrinya melanjutkan, "Hanya karena Siri' kita masih tetap hidup (eksis), kalau sudah malu tidak ada, maka hidup ini menjadi hina seperti layaknya binatang, bahkan lebih hina daripada binatang."
"Coba teruskan bacanya," perintah Andre.
"Ghirah atau cemburu itu ada dua, pertama masalah wanita dan kedua perkara agama. Jika adik perempuanmu diganggu orang, lalu orang itu kamu pukul, pertanda padamu masih ada ghirah. Jika agamamu, nabi dan al-Quran kitab sucimu dipersenda, dihinakan orang kamu berdiam diri sahaja, bermakna ghirah telah luput dari dirimu. Sadarlah bahwa, ghirah dan cemburu karena syaraf dan agama adalah pakaian yang tidak boleh ditanggal. Kalau akan ditanggal juga, gantinya hanya satu, yaitu kain kapan tiga lapis. Sebab kehilangan cemburu samalah dengan mati." Selesai membaca istri Andre menatapnya dengan sayu, butiran air pun kemudian mengalir di kedua pipinya.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H