Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Siri

31 Januari 2022   06:29 Diperbarui: 31 Januari 2022   07:34 1283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kompasiana/dethazyo

Andre tertegun mendengarnya. Baru kali ini ada orang datang, melaporkan diri untuk perbuatan jahatnya sendiri. Dia menatap mata si pemuda, yang juga menatapnya dengan sorot yang tajam. Ada ketegaran dalam tatapannya. Ada kebanggaan dari rona wajahnya.

"Baik, coba Anda ceritakan kejadiannya secara terperinci. Dan, Anne, kau sekalian ketik apa yang dia katakan."

Tony kemudian mengajak si Pemuda, Asmin Labbiri, ke ruang dalam. Diikuti Andre dan Anne, satu-satunya Polwan yang bertugas di Polsek itu.

Asmin Labbiri pun kemudian bercerita.

Dia baru sepekan kembali pulang setelah merantau hampir dua tahun di Jakarta. Pekerjaannya sebagai buruh kasar di Tanjung Priok menyebabkan dia tidak pernah pulang sejak tiba di Jakarta. Kali ini pun pulang karena permintaan ibunya, yang menelepon sambil menangis. Asmin menangkap ada sesuatu yang tidak baik yang menimpa keluarganya. Ibunya tidak menjelaskan saat Asmin bertanya.

Betul saja. Tiba di rumah, Asmin menangkap suasana sendu di dalam rumahnya. Ibunya memeluknya dengan erat dengan isak tangis yang menurut Asmin berlebihan kalau hanya untuk melepas rindu. Sementara ayahnya beranjak dari duduknya dan menghampirinya. Senyum ayahnya lepas, seolah telah lama menanti kedatangan Asmin.

Dia tidak melihat adiknya, Mira. Tangis ibunya semakin nyaring, saat Asmin menanyakannya. Dan, tentu saja menumbuhkan prasangka di dalam hatinya. Ayahnya yang kemudian bercerita, karena ibunya tak berhenti menangis.

Darah Asmin bergolak, jantung berdegup keras, tangan mengepal keras, keringat membasahi punggungnya, saat ayahnya selesai bercerita.

Tangis ibunya reda seiring cerita ayahnya usai. Ayahnya menambahkan, mereka sudah berusaha melapor ke polisi, tetapi tidak ada respon. Begitupun saat melapor ke tetua kampung.

Asmin berusaha menemui adiknya, tetapi adiknya tidak mau membuka pintu kamarnya. Dia hanya berteriak, "Malu .... Malu ...," yang tentu saja teriakan itu terasa oleh Asmin bagai sembilu yang menyayat hatinya. Perih.

Hari ketiga Asmin menemui sahabatnya, Hariri. Hariri bercerita bahwa bukan hanya Mira yang menjadi korban Alex, ada dua gadis lain yang senasib dengan adiknya. Dari Hariri pula Asmin tahu bahwa kelakuan Alex semakin brutal dan tidak disukai orang kampung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun