Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Duel, Alternatif Penegakan Hukum

19 Januari 2022   07:59 Diperbarui: 19 Januari 2022   08:03 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: impawards.com

Bedanya, kasus pemerkosaan Marguerite berlarut-larut di ruang pengadilan. Sedangkan kasus pemerkosaan Novia Widyasari berlarut-larut di kantor polisi. Walaupun kemudian polisi sudah menetapkan Bripda R menjadi tersangka. Itupun setelah berhari-hari dan setelah beritanya viral di masyarakat.

Pernyataan (lama) Marguirite bahwa Le Gris tampan, fakta kehamilan Marguirite, dan penyangkalan Le Gris, membuat Sang Pengadil merasa kesulitan mengambil keputusan. Sehingga kemudian Raja Charles VI turun tangan. Raja mengambil sikap, kebenaran harus dibuktikan melalui duel antara Jean de Carrouges dengan Jacques Le Gris.

Jika Jean de Carrouges kalah dan mati dalam duel tersebut, maka Marguerite de Carrouges akan dibakar hidup-hidup sebagai hukuman karena dianggap telah berbohong dan memfitnah.

Marguerite dan Novia Widysari mengalami nasib yang sama. Pertama, proses hukum dari kasus yang mereka alami berjalan lambat. Secara kebetulan, kedua wanita ini mengalami pemerkosaan oleh seorang prajurit. Marguerite oleh Le Gris, seorang ksatria (knight), adapun Novia oleh Bripda R, seorang polisi. Apakah karena yang menjadi tersangka seorang prajurit, sehingga kasus hukumnya berlarut-larut?

Kalau jawabannya 'ya!', sungguh sangat miris. Kasus Novia yang terjadi tahun 2021 bernasib sama dengan yang dialami Marguerite di tahun 1386. Berarti selama 600 tahun lebih, hukum tidak mengalami perubahan. Hukum masih melihat siapa yang menjadi tersangka.

Kedua, Marguerite dan Novia sama-sama menjadi korban tetapi justru mereka menjadi tertuduh. Ibarat setelah jatuh mereka tertimpa tangga. Marguerite menjadi tertuduh oleh pengadilan, sedangkan Novia menjadi tertuduh selain oleh keluarga pacarnya juga oleh masyarakat, yang memberi stigma negatif padanya.

Stigma negatif yang sepertinya sekarang ini saat mudah sekali disematkan masyarakat terhadap seseorang, yang dianggap keluar norma, tanpa harus merasa tahu apa latar belakang yang sebenarnya terjadi.

Masih banyak, yang ikut-ikutan memberi stigma negatif tersebut, hanya karena itu yang sedang ramai di media sosial. Seolah-olah kalau tidak mengikuti arus 'trending topic' akan menjadi orang yang bersalah dan ketinggalan.

Melihat nasib yang dialami oleh Marguerite dan Novia tersebut, dan setelah menyaksikan akhir dari film yang saya tonton, saya kemudian jadi bertanya-tanya, apakah untuk menyelesaikan kasus yang berlarut-larut harus diselesaikan seperti di film? Dengan cara duel?

Saya membaca berita, ternyata bukan hanya Novia yang mengalami kasusnya tidak segera diproses. Atau diproses tapi lama, berlarut-larut. Lama-lama, saya atau masyarakat, jadi hilang kepercayaan pada polisi atau pengadilan. Jade gregetan. Dan kalau sudah begitu, masa kita mengambil jalur nonhukum untuk menegakkan hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun