Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Naik Level dengan Musibah

10 Januari 2022   08:57 Diperbarui: 10 Januari 2022   09:01 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah adalah sesuatu yang dihindari manusia. Tidak ada satu pun di antara kita yang ingin punya masalah. Walaupun realitanya tidak satu pun manusia yang bebas dari masalah. Hal ini telah dibahas di tulisan saya sebelumnya. Dan dalam pengertian lain, masalah yang kita hadapi itu sering kita sebut sebagai musibah.

Percayakah Anda kalau musibah bisa menaikkan level Anda?

Percaya atau tidak, silahkan lanjutkan membaca. Kalau berkenan.

Namun, sebelum ke sana, saya ingin menegaskan bahwa musibah yang menimpa kita itu bisa dua kemungkinan. Pertama, musibah itu merupakan adzab atau hukuman dari Allah Swt karena perbuatan dosa kita. Kedua, merupakan ujian untuk menguji kualitas kita, dan kemudian meningkatkan derajat kita.

Untuk tulisan kali ini, kita fokuskan pembahasan ke musibah sebagai ujian.

Sebagai ilustrasi, sejak kita kelas 1 SD sampai selesai pendidikan formal, entah itu sampai SLTA, D3, S1, S2, atau S3, kita selalu menghadapi tes atau ujian untuk naik kelas. Mungkin berpuluh-puluh kali, kalau kita hitung.

Dari pengalaman sekolah tersebut, pernahkah Anda waktu kelas 3 SD, misalnya, diberi soal kelas 6 oleh guru Anda? Atau, pernahkan Anda waktu SMP diberi soal untuk anak SMA?

Saya yakin tidak pernah. Karena saya pun tidak pernah. Kalau ada, entah alasannya apa; gurunya tidak bijak atau anaknya yang nantang minta soal yang lebih sulit. Yang jelas, kalau normalnya, seorang guru akan memberikan soal sesuai level pendidikan siswanya. 

Lalu sekarang misalnya, Anda siswa kelas 7 (kelas 1 SMP), saat ujian naik kelas, Anda diberi soal untuk siswa kelas 5 SD. Bagaimana perasaan Anda? Senang, atau merasa dikecilkan?

Ilustrasi yang lain. misalkan Anda seorang salesman di sebuah perusahaan. Suatu hari Anda dan teman Anda, sesama salesman, dipanggil bos Anda. Bos Anda memberikan target penjualan untuk periode enam bulan ke depan. Bos Anda memberikan target yang berbeda. Anda diberi target harus berhasil menjual 500 buah produk, sementara teman Anda diberi target 1.000 buah.

Apa yang Anda rasakan ketika mendapat target yang lebih kecil dari teman Anda?

Senang, merasa ringan, atau merasa dikecilkan si bos?

Kalau Anda bermental 'as is', ya ... mungkin Anda akan merasa senang-senang saja.

Tapi normalnya, Anda tentu berpikir, 'Kenapa dia diberi target seribu, apakah dia lebih jago menjual?' Atau, 'Kenapa bos memberi target lebih kecil, apakah tidak yakin dengan kemampuanku?'

Yang jelas si bos memberikan target, tentu disesuaikan dengan kemampuan anak buahnya, setelah mengevaluasi kinerja periode sebelumnya. Atau untuk menaikkan skill anak buahnya.

Jadi, baik berupa soal, target, permasalahan, atau musibah apa pun, itu akan sesuai dengan kemampuan kita, sesuai dengan level kita.

Semoga ilustrasi di atas sedikit menjelaskan maksud dari judul di atas, 'Naik Level dengan Musibah'. Sekali lagi perlu ditegaskan, musibah yang akan menaikkan level ini adalah musibah yang merupakan ujian. Buka musibah yang berarti azab.

Untuk lebih jelasnya, saya kutip firman Allah Swt di ayat terakhir surat Al-Baqarah. Ayat yang mengandung do'a. Do'a yang sering kita baca, terutama saat kita merasa menghadapi masalah atau musibah.

Kalimat pertama dari firman Allah Swt di ayat ke-286 itu sebagai berikut,

"Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya...."

Karena Allah Swt yang menetapkan musibah, dan Allah Swt pula yang Maha Mengetahui kondisi hambanya. Maka, jelas sudah, musibah yang kita hadapi itu sudah sesuai dengan tingkat kesanggupan kita menghadapinya. Dalam arti yang lain, Allah Swt sudah menakar atau mengukur bahwa kita akan sanggup menghadapi musibah tersebut.

Sekarang, misalnya di hari yang sama, Anda dan teman Anda sama-sama kehilangan uang. Anda kehilangan uang seratus ribu, teman Anda kehilangan lima ratus ribu. Apa yang bisa Anda nilai?

Kalau dihubungkan dengan firman Allah Swt di atas, itu berarti Allah Swt menilai mental Anda hanya mampu kehilangan uang seratus ribu. Lebih rendah dari mental teman Anda, yang Allah Swt nilai sanggup kehilangan lima ratus ribu.

Jangan menertawakan rekan Anda yang terkena musibah lebih berat dari kita. Karena, dia dinilai lebih mampu menghadapinya.

Begitupun, jangan terlalu bersedih, jangan terlalu terpuruk saat mendapat musibah. Yakinilah, kita pasti sanggup melewatinya, karena itu sesuai dengan level kemampuan kita. Dan setelah melewatinya kita akan naik level.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun