Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hidup adalah tentang Pergiliran

9 Januari 2022   17:54 Diperbarui: 9 Januari 2022   18:14 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hidup bagaikan roda. Kadang di bawah, kadang di atas."

Kalimat di atas pernah saya baca di bak belakang sebuah truk. Sekilas kalimat itu seperti humornya para supir truk. Namun, kalau direnungi kalimat tersebut ada benarnya. Bahkan sangat tepat untuk mengibaratkan hidup kita di dunia.

Tak perlu diperdebatkan, kita pun mengalaminya. Kadang-kadang hidup kita ada di 'atas' dan kadang-kadang pula berada di 'bawah'. Dan ini sesuai dengan hukum kehidupan yang ke-tiga, yaitu Sunnah Tadawul atau Hukum Pergiliran.

Kali ini kita akan membahas hukum kehidupan yang ke-3 ini, setelah 2 tulisan kemarin kita membahas hukum kehidupan pertama (Hukum Perlombaan) dan hukum kehidupan ke-2 (Hukum Perlawanan).

Hukum pergiliran yang saya maksudkan sebagai Hukum Kehidupan ke-3 ini dalam bahasa sehari-hari mungkin kita kenal dengan istilah siklus kehidupan.

Berbicara soal hukum pergiliran atau siklus kehidupan ini kita diingatkan dengan kisah Nabi Yusuf As. Nabi Yusuf As adalah putra dari Nabi Yaqub As, beliau dilahirkan dan tumbuh dalam dekapan hangat kasih sayang orang tuanya. Apalagi setelah beliau menceritakan mimpinya kepada ayahnya.

Tetapi rupanya kasih sayang orang tuanya ini disikapi lain oleh saudara-saudara Nabi Yusuf. Mereka merasa iri dan dengki, sehingga di suatu kesempatan mereka melemparkan Nabi Yusuf ke dalam sumur dan meninggalkannya.

Nabi Yusuf kemudian ditemukan oleh para pedagang yang hendak pergi ke Mesir. Nabi Yusuf pun dijual sebagai budak, dan kemudian dibeli oleh seorang pejabat negara di Mesir. Dia pun menjalani masa-masa remajanya di tengah keluarga seorang pembesar Mesir.

Rupanya diam-diam istri pejabat Mesir ini tertarik dengan ketampanan Nabi Yusuf. Dia kemudian menjebak Nabi Yusuf untuk melakukan perbuatan zina. Nabi Yusuf menolak dan mempertahankan kesuciannya dari godaan istri pembesar Mesir itu.

Karena fitnah yang dilontarkan istri pejabat Mesir itu, Nabi Yusuf lalu dipenjara. Setelah beberapa lama di penjara, karena Nabi Yusuf bisa menafsirkan mimpi Raja Mesir saat itu, maka dia dibebaskan dan kemudian diangkat menjadi salah satu pejabat negara Mesir.

 

Begitulah siklus kehidupan atau hukum pergiliran yang dialami Nabi Yusuf As, dari terdzalimi menjadi orang yang berkuasa.

Hukum Pergiliran ini Allah Swt nyatakan berlaku untuk semua manusia bukan hanya untuk seorang nabi. Salah satunya Dia firmankan di surat Ali Imran ayat ke-140.

"dan janganlah kamu merasa hina dan bersedih, sebab kamulah yang lebih tinggi jika kamu beriman. Jika kamu tersentuh kekalahan (musibah), maka luka (musibah) yang sama juga menimpa kaum yang lain. Demikianlah hari-hari (kemenangan) kami pergilirkan diantara manusia."

Walaupun ayat di atas konteksnya saat pasca Perang Uhud, tetapi dimana pun dan kapanpun Hukum Pergiliran itu akan selalu menyertai hidup kita. Juga sebuah sinyalemen dari Allah Swt supaya kita tetap istiqomah, baik saat kita sedang 'di bawah' maupun saat kita sedang ' di atas'.

Sunnah Tadawul atau Hukum Pergiliran membuat kita akan tetap optimis dalam menjalani kehidupan ini. Saat kita terpuruk di ceruk yang paling dalam, kita yakin kondisi ini tidak akan selamanya. Allah Swt pun memberi stimulus optimisme kepada kita.

"Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah apa yang ada di dalam diri mereka sendiri." (Qs. ar-Ra'du: 11)

Ayat ini memberi kita paradigma untuk jangan patah arang karena semenderita bagaimana pun kesusahan kita, selalu tersedia kesempatan untuk berubah ke keadaan yang lebih baik.

Selain itu, Hukum Pergiliran ini pun menjadi peringatan bagi siapa pun yang sedang berada di puncak kejayaan untuk tidak berlaku zalim dan sombong. Karena sekuat apapun, kalau tiba saatnya dipergilirkan untuk tumbang, maka akan jatuh pula.

Itulah yang terjadi pada Firaun dan Namruz.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun