Pertama, menjaga lisan dari perkataan dusta, fitnah, ghibah (gosip), hal-hal yang menjurus ke hal porno, mem-bully, menghina, dan lain-lain. Karena lisan yang tidak terjaga selain akan mengurangi pahala puasa juga akan mengurangi kesempurnaan iman kita, sebagaimana sabda Rasulullah Saw,
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya dia berkata baik atau diam". (HR Muslim no 222).
Masalahnya sekarang adalah, kemajuan teknologi internet dengan hadirnya media sosial dan messenger, fungsi perkataan (lidah) telah digantikan oleh tulisan (jari). Dan, banyak yang tidak menyadari. Padahal sabda Rasulullah Saw di atas kalau dihubungkan dengan sekarang bisa berarti juga, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya dia menulis sesuatu yang baik atau diam".
Apalagi tulisan di media sosial efeknya lebih besar daripada perkataan. Perkataan yang tidak baik hanya bisa didengar oleh orang-orang yang mendengarkan saja, dan beberapa hari sudah bisa dilupakan. Namun, sebuah tulisan bisa dibaca oleh setiap orang di mana saja dia berada, bahkan yang jaraknya ratusan kilometer dari yang menulis.Â
Selain itu, tulisan di medsos juga tidak bisa dihapus. Jejak digitalnya akan terus ada. Boleh jadi yang menulis sudah menghapus tulisannya di akunnya, tetapi tulisan yang sudah tersebar tidak bisa dihapus oleh yang bersangkutan.
Kalau dulu orang bisa dipenjara karena lisannya. Sekarang bisa dipenjara karena tulisannya.
Kedua, menghidupkan malam dengan beribadah. Rasulullah Saw bersabda, "Man qoma romadhona imanan wahtisaban ghofiro lahu ma taqoddama min dzambihi". Artinya, "Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni". (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).
Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah salat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An-Nawawi di dalam kitab Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6: 39. Hadits ini memberitahukan bahwa salat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat dilakukan karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya' atau alasan lainnya. (Lihat Fathul Bari, 4: 251).
Tentu juga dengan pelaksanaannya yang sesuai syariat salat. Khusyuk, tidak tergesa-gesa, bisa diikuti ma'mum dengan tenang. Dan, bacaannya tartil.
Ketiga, perbanyak membaca al-Quran (tilawah) dan bersemangat untuk meng-khatam-kannya. Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah di bulan ini Allah Swt menurunkan al-Quran sebagai petunjuk hidup manusia, yang kemudian disampaikan secara berangsur oleh malaikat Jibril kepada Rasulullah Saw. Sehingga bulan Ramadhan sering juga disebut sebagai Syahrul-Quran (bulan al-Quran).
Ulama-ulama dahulu di bulan Ramadhan lebih sering membaca al-Quran dibanding bulan-bulan yang lain. Karenanya, tak heran mereka bisa khatam beberapa kali selama Ramadhan. Contohnya seorang ulama yang bernama Al-Aswad bin Yazid --seorang ulama besar tabi'in yang meninggal dunia 74 atau 75 Hijriyah di Kufah- bisa mengkhatamkan Al-Qur'an di bulan Ramadhan setiap dua malam. Dari Ibrahim An-Nakha'i, ia berkata,