"Lalu, bagaimana pendapat engkau, Abu Bakar?" tanya Zaid bin Tsabit.
"Aku belum bisa menerimanya. Aku khawatir kita menyelisihi Rasulullah. Beliau tidak pernah menyuruh kita melakukan itu. Namun, aku akan mengikuti pendapatmu, wahai Zaid. Kalau engkau setuju dengan pendapat Umar, aku pun akan setuju. Tetapi kalau engkau tidak setuju, maka aku pun tidak akan setuju."
"Engkau betul, wahai Abu Bakar. Rasulullah tidak memerintahkannya. Maka, aku tidak sependaoat dengan Umar."
Mendengar kedua sahabatnya tidak menyetujui pendapatnya, Umar bin Khaththab berkata, "Kalian harus mempertimbangkan, apa ruginya jika kita melakukan hal itu? sementara kalau tidak, kita sudah membayangkan dampak buruknya."
Bertiga untuk beberapa saat mereka beradu argumen. Walaupun kemudian, Abu Bakar dan Zaid bin Tsabit dapat menerima usulan Umar bin Khaththab.
"Engkau adalah seorang pemuda yang cerdas, kami tidak akan menyalahkanmu. Dan engkau pernah menuliskan wahyu untuk Rasulullah, maka aku perintahkan engkau untuk menuliskan al-Quran dan menyusunnya." Abu Bakar memberi perintah kepada Zaid bin Tsabit.
"Demi Allah, memindahkan salah satu gunung tidak lebih berat bagiku daripada mengerjakan apa yang engkau perintahkan ini," jawab Zaid bin Tsabit.
Abu Bakar terus memaksa Zaid bin Tsabit untuk melakukan pengumpulan catatan ayat-ayat al-Quran.
Zaid bin Tsabit kemudian mengumpulkan catatan al-Quran yang bertebaran di pelepah-pelepah pohon kurma, di batu-batu tipis, dan mencatat ayat-ayat yang tidak tercatat, berdasarkan hafalan-hafalan para sahabat.
Setelah terkumpul Zaid menyerahkannya kepada Abu Bakar ash-Shiddiq. Kumpulan ayat-ayat al-Quran tersebut kemudian disimpan oleh Abu Bakar sampai ia kemudian meninggal dan digantikan oleh Umar bin Khaththab.
Umar bin Khaththab pun kemudian menyimpan kumpulan wahyu Allah swt tersebut sampai meninggal. Baru pada saat Khalifah dijabat Utsman bin Affan, kumpulan ayat-ayat al-Quran tersebut disusun dan dibuat menjadi mushaf, sebagaimana yang kita baca hari ini.