Ketiga, setelah diyakini kebenarannya dan dinilai ada manfaatnya, langkah berikut adalah mempertimbangkan, seberapa pentingkah berita itu perlu disebar. Karena, bisa saja waktu yang tidak/belum tepat atau kondisi yang belum memungkinkan untuk menyebar berita tersebut.
Minimal tiga langkah ini harus menjadi panduan saat kita menerima berita dan berniat ingin menyebarkannya. Benar tidak? Bermanfaat tidak? dan penting tidak?
Terlepas dari polemik revisi UU ITE yang belum usai. Alangkah lebih baik kalau kita bersikap menghindari jeratan UU ITE dengan lebih bijak dalam ber-medsos. Apalagi bagi seorang muslim, konsekuensi yang bersifat akhirat yang harus lebih ditakuti daripada jeratan pasal 'karet' UU ITE.
Beberapa dalil berikut akan memperkuat kita untuk bersikap hati-hati.
"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung-jawaban." (QS. Al-Isra':36)
"Tiada suatu kalimat pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS. Qaf :18)
Terakhir saya tutup dengan sebuah syair,
"Aku menulis dan aku yakin pada saat aku menulisnya
Tanganku kan lenyap, namun tulisan tanganku kan abadi
Bila tanganku menulis kebaikan, kan diganjar setimpal
Jika tanganku menulis kejelekan, tinggal menunggu balasan."
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H