Situs resmi Kominfo, kominfo.go.id, mewartakan bahwa UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 (satu) orang yang rajin membaca! Â (selengkapnya bisa dibaca di kominfo.go.id)
Riset berbeda bertajuk World's Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Memang riset tersebut dilakukan 4 tahun yang lalu, tetapi kita dapat melihat sendiri, kondisinya sepertinya tidak berubah.
Fakta yang menyedihkan memang, sekaligus ironis. Di mana Indonesia mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Agama yang memuliakan aktivitas membaca (iqra).Â
Lebih menyedihkan lagi kalau fakta di atas dihubungkan dengan hasil penelitian Lembaga Riset Digital Marketing Emarketer yang memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Ditambah fakta dari data Wearesocial per Januari 2017 yang mengungkap orang Indonesia biasa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari.
Penelitian yang dilakukan oleh Digital GFK Asia menunjukkan data yang senada. Sebagaimana disampaikan Karthik Venkatakrishnan, regional director Digital GFK Asia. Hasil penelitian menunjukkan perempuan Indonesia setidaknya menghabiskan waktu selama 5,6 jam per hari saat mengutak-utik layar smartphone mereka.Â
Adapun pria Indonesia, setidaknya menghabiskan waktu selama 5,4 jam sehari dan membuka sekitar 47 aplikasi atau alamat website. Secara rata-rata, orang Indonesia menghabiskan waktu dengan smartphone-nya selama 5,5 jam sehari dan membuka 46 aplikasi dan alamat website. (tribunnews.com)
Hasil penelitian beberapa lembaga di atas menunjukkan bahwa lemahnya membaca orang Indonesia bukan disebabkan tidak mampu membeli buku. Buktinya, satu dari dua orang Indonesia memiliki smartphone, yang tentu harganya beberapa kali lipat dari harga buku. Juga lemah membaca bukan karena tidak memiliki waktu untuk membaca. Buktinya, rata-rata orang Indonesia memainkan gadget 9 jam sehari.
Lalu, kira-kira apa penyebab minat baca orang Indonesia cuma 0,001%?
Penyebab mendasar adalah adanya persepsi (mindset) atau bahkan mitos tentang aktivitas membaca. Persepsi yang selama ini ada dalam pikiran kebanyakan orang Indonesia adalah aktivitas membaca identik dengan mereka yang pintar. Hanya orang-orang pintar saja yang harus membaca.
Sehingga secara tak sadar dari persepsi tersebut telah membentuk image orang yang suka membaca dengan sebutan kutu buku, dengan tampilan fisik badan kurus, berkacamata tebal, tidak suka bergaul, dengan gaya rambut dibelah pinggir kalau laki-laki, atau dikepang dua kalau perempuan. Itu semua menyebabkan muncul persepsi umum bahwa membaca itu 'kurang asyik' atau membaca itu 'tidak keren'.
Kalau Anda memiliki jawaban yang lain, silahkan tulis jawaban Anda di komentar.
Perlu ada 'gerakan' untuk merombak persepsi atau mindset tentang aktivitas membaca tersebut. Gerakan yang perlahan dan terus-menerus sampai kemudian persepsinya berubah menjadi #membacaitukeren.Â
Harus ada yang peduli, karena membaca adalah bagian dari penyebab suksesnya suatu bangsa. Membaca adalah pintu satu-satunya tempat masuknya ilmu ke dalam diri seseorang atau ke dalam suatu bangsa.
Ayat pertama dari wahyu pertama yang Allah sampaikan kepada Rasulullah SAW adalah kata perintah untuk membaca. Iqra! Bacalah! Ini sudah menunjukkan pentingnya membaca.
TSM, 23/09/20
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H