Budaya Positif akan Menciptakan Sekolah yang Dirindukan.
Pendidikan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Pendidikan tidak terbatas hanya pada usia anak-anak saja, namun terus berlangsung sepanjang hayat. Ki hajar dewantara yang kita kenal sebagai bapak Pendidikan, memiliki pemikiran yang terus menjadi pondasi pengembangan Pendidikan di Indonesia lewat semboyan Ing ngarso sung tulodo, Â Ing madya mangun karso, Tut wuri Handayani, yang artinya di depan menjadi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang memberikan dorongan.Â
Semboyan tersebut harus di hayati oleh guru agar peran kita sebagai guru menjadi lebih maksimal, di depan siswa kita di wajib menjadi tauladan yang baik karena setiap gerak gerik kita akan di pantau dan tiru oleh murid kita, di tengah-tengah siswa kita harus mampu menjadi teman yang membuat siswa menjadi lebih semangat, dari belakang kita dapat memberikan dorongan agar siswa bisa bisa melangkah maju mencapai apa yang mereka cita-citakan.
Pemikiran ki hajar dewantara bahwa Pendidikan itu menuntun segala kodrat anak agar mereka mencapai keselamatan sebagai manusia ataupun masyarakat. Pendidikan harus mampu membawa seseorang menjadi orang yang selamat sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.Â
Pemikiran ki hajar dewantara di atas menempatkan kita sebagai penuntun siswa ke jalan yang benar, agar siswa tidak hilang arah terhadap tujuan.Â
Terkait bagaimana mereka mencapai tujuan tersebut setiap siswa memiliki cara dan kecepatan masing-masing, maka dari itu pembelajaran saat ini memberikan kemerdekaan kepada guru dan siswa dalam mencapai tujuan tertentu sesuai dengan kecepatan belajar siswa, agar guru dan siswa dapat mengekplorasi  pengetahuan dan karakternya lebih mendalam, hal tersebut kemudian dikemas dalam kurikulum nasional saat ini yaitu kurikulum merdeka.Â
Pembelajaran di sekolah saya secara sekilas telah menerapakan pemikiran ki hajar dewantara di atas, dimana hampir semua guru dapat memberikan tauladan yang baik, para guru mampu membaur dengan baik dengan siswa, dan memberikan dorongan dan motivasi kepada siswa.Â
Beberapa contoh yang dapat saya sebutkan di antaranya guru mampu datang tepat waktu, dan memberikan dorongan kepada siswa untuk semangat sekolah terutama bagi kelas akhir, yang biasanya  sebagian dari mereka memilih bekerja di banding bersekolah, para guru menuntun dan mendorong siswa untuk dapat melanjutkan sekolahnya.Â
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang telah diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantoro kita sebagai seorang guru harus dapat menghayati atau menginternalisasi nilai-nilai sebagai guru penggerak, Â nilai-nilai diantaranya adalah Mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Â nilai-nilai tersebut harus menjadi panduan seorang guru untuk dapat menjalankan perannya secara baik. Â
Nilai-nilai tersebut harus dari dasar moral seorang guru dalam menjalankan perannya di sekolah.  guru sebagai agen perubahan perlu terus melakukan pergerakan pergerakan ke arah yang lebih baik  dengan tetap memegang nilai-nilai Luhur tersebut. peran guru dalam menciptakan budaya positif di sekolah sangatlah penting.  Â
guru dalam mewujudkan budaya positif di sekolah dapat menjalankan peran sebagai pemimpin pembelajaran dan mendorong kolaborasi.Â
Ciptakan budaya positif di sekolah bukan sesuatu hal yang mudah kita perlu upaya ya untuk dapat menciptakan budaya positif tersebut. Â
langkah pertama yang harus kita lakukan adalah mengubah paradigma atau pandangan setiap orang terkait dengan disiplin positif,  karena sebelumnya  sebagai sebuah aturan atau sebuah langkah-langkah yang guru lakukan untuk menegakkan peraturan  hukuman-hukuman terhadap pelanggar aturan tersebut.
kita perlu ketahui bahwa makna disiplin adalah belajar yang artinya kita perlu menciptakan sebuah pembelajaran dari pelanggaran yang dilakukan oleh seorang siswa. Â
pembelajaran yang dimaksud adalah belajar dari kesalahan dan yang mana dapat kita tarik sebuah motif dari permasalahan tersebut sehingga dapat kita carikan sebuah solusi yang tepat dan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh siswa. Â Teknik untuk dapat menemukan solusi solusi atas permasalahan an itu disebut segitiga restitusi.Â
Segitiga restitusi merupakan tahapan atau proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat. restitusi bersifat penawaran bukan paksaan, restitusi berfokus pada solusi bukan pada permasalahannya.Â
Namun sebelum kita Menjalankan segitiga Segitiga restitusi kita harus membuat sebuah kesepakatan kesepakatan bersama siswa. Â kesepakatan tersebut Merupakan keyakinan kelas, keyakinan kelas merupakan sebuah nilai kebajikan universal yang dapat di setujui oleh setiap orang. Berikut beberapa prosedur yang saya lakukan untuk membentuk keyakinan kelas.
Mempersilakan murid-murid di kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di kelas.
Mencatat semua masukan-masukan para murid di papan tulis atau di kertas besar .Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif     Contoh Kalimat negatif : Jangan berlari di kelas atau koridor. Kalimat positif: Berjalanlah di kelas atau koridor.
Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat.
Tinjau ulang Keyakinan Kelas secara bersama-sama. Sebaiknya keyakinan kelas tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu banyak, maka warga kelas akan sulit Mengingatnya.
Setelah keyakinan kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan kelas tersebut, termasuk guru dan semua murid.
Keyakinan Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat
yang mudah dilihat semua warga kelas.
 setelah terbentuk keyakinan kelas seorang guru dapat menerapkan segitiga restitusi,  segitiga itu terdiri dari Menstabilkan identitas, memfasilitasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan.  dalam melakukan segitiga restitusi seorang guru diharapkan dapat mengambil posisi sebagai manajer yaitu posisi yang memberikan panduan pada siswa untuk menemukan solusi atas permasalahan nya nya. Â
di penghukum atau mengambil posisi penghukum atau pembuat rasa bersalah yang mana hanya akan membuat seorang siswa merasa tersakiti dan tidak puas atas apa yang telah dilakukan tanpa menemukan solusi yang tepat akan permasalahan yang ia hadapi. Â
karena setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap orang itu memiliki tujuan atau latar belakang tujuan atau latar belakang yang menjadi motif dari sebuah kesalahan itu berdasarkan kebutuhan dasar manusia. Â kebutuhan dasar manusia itu terdiri dari Kebutuhan Bertahan Hidup, Cinta dan Kasih Sayang, Kesenangan, kebebasan dan penguasaan.Â
Maka dari itu pada tahap restitusi kita berlindung menstabilkan identitas terlebih dahulu agar anak tersebut kebutuhan akan cinta dan kasih sayang yang menjadi terpenuhi, Â ketika kebutuhan tersebut terpenuhi maka anak tersebut akan menjadi lebih stabil emosinya dan lebih terbuka untuk mengungkapkan apa yang menjadi permasalahan.Â
jika guru mengambil posisi pun langsung menghukum maka anak tersebut akan cenderung defensif dan berbohong. Â
setelah anak merasa nyaman dan aman  kita dapat melakukan validasi kesalahan sehingga siswa  apa  permasalahannya. Â
Siswa akan secara otomatis melakukan refleksi atas yang mereka lakukan. Kemudian di lanjutkan dengan tahap menanyakan keyakinan tentang keyakinan apa yang telah mereka langgar dan menemukan solusi yang tepat untuk permasalahn tersebut.Â
Hal tersebut telah saya praktekkan disekolah, waluapun masih belum tampak secara langsung efeknya namun saya yakin apa yang saya lakukan akan membuahkan hasil, paling tidak siswa saya saat ini menjadi lebih nyaman ketika berhadapan dengan saya.Â
Kegiatan aksinyata  lain dari penerapan keyakinan kelas adalah menciptakan budaya cinta lingkungan dengan menjaga kebersihan sekolah. Hal tersebut tertuang dalam keyakinan kelas yang berbunyi bekerja sama menjaga kebersihan dan keamanan kelas. Hal tersebut tercermin dari kegiatan gotong royong bersih-bersih kelas, dan sekolah.Â
Untuk menyelenggarakan hal tersebut saya terlebih dahulu menanyakan keyakinan apa yang dapat kita terapakan sebagai kegiatan, dari beberapa keyakinan tersebut siswa memilih kegiatan kebersihan. Â Masukan dari siswa itu kita implementasi dalam kegiatan gotong royong bersih-bersih kelas dan sekolah. Tentu kesediaan murid untuk menjaga kebersihan akan membawa kepada budaya positif disekolah.Â
Budaya positif tidak akan maksimal tanpa adanya keikutsertaan semua warga sekolah untuk mewujudkannya.Â
Maka dari itu saya sebagai guru penggerak perlu melakukan kolaborasi dan menjadi tutor kepada teman sejawat untuk merubah paradigma kita selama ini tentang disiplin positif, hukuman dan penghargaan, posisis guru dan segitiga restitusi agar tercipta rasa aman dan nyaman di sekolah sehingga sekolah menjadi tempat yang dirindukan oleh siswa. Kegiatan tersebut saya lakukan secara daring.Â
Kegiatan tersebut di hadiri oleh kepala sekolah, guru SMPN 2 kangayan dan guru-guru dari sekolah lain dari sekolah sekitar kecamatan arjasa dan sapeken. Sesi sharing menjadi sangat menarik karena kita saling berbagi praktik baik yang telah dan akan kita lakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H