"Seluruh perselisihan yang terjadi di kalangan Sahabat (Ali Bin Abi Thalib dan Mu’awiyah), maka sikap kita adalah diam (tak ikut berkomentar). Saya meyakini semua sahabat bertindak atas pilihan ijtihad politiknya masing-masing. Pilihan yang berdasarkan ijtihad tetap mendapatkan pahala meski salah sekalipun,". (Ibnu Ruslan Kitab Az Zubad)
Kalimat yang ada dalam kitab Az Zubad tersebut menjadi pemantik awal tulisan, dimana tentu hubungannya adalah dengan pilihan politik dalam Pilkada, khususnya pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Cilegon.Â
Genderang politik sudah di buka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Cilegon dan besar kemungkinan akan ada 3 bakal pasangan calon yang ikut dalam kontestasi rutin 5 tahunan tersebut.
Tentu saja masyarakat memiliki afiliasi dan pilihan politiknya masing-masing, baik dengan pertimbangan gagasan, kesamaan visi besar, pragmatisme atau hanya sekedar ingin ikut saja menyalurkan hak pilihnya.
Paling benar dari semuanya, terpenting adalah masyarakat menyalurkan hak pilihnya di TPS nanti. Benar atau salah pilihan, selama itu menjadi bagian dari ijtihad politik agar menjadikan Kota Cilegon lebih baik ke depan meski salah tetap akan mendapatkan pahala. Terlebih, jika benar pahala tersebut akan dilipatgandakan.
Dalam hal ijtihad politik bukan lagi dasarnya adalah untung dan rugi secara materi pribadi. Namun, semuanya harus diletakkan pada dasar rasionalitas memilih.
Pokok dasarnya adalah jelas rasionalitas dalam menentukan pilihan. Dengan memilih secara rasional, maka orang tersebut berijtihad untuk menentukan pilihanya. Lagi-lagi berijtihad yang benar akan mendapatkan pahala berlipat ganda, dan yang salah tetap akan mendapatkan pahala.
Jika keduanya sudah diletakkan pada dasar niat ibadah dan berijtihad. Maka, sudah barang tentu politik dan demokrasi harus dijalankan dengan sangat ideal. Hal itu, wajar karena kebijakan pemimpin 5 tahun kedepan akan menentukan nasib masyarakat yang jumlahnya mencapai ratusan ribu.
Kesejahteraan kaum papa juga dipertaruhkan untuk bisa tumbuh dan bangkit dibawah kebijakan sang walikota. Pendidikan, kesehatan harus menjadi barang yang sangat mudah dan murah diakses seluruh warga. Kemandirian ekonomi juga harus menjadi hal yang terus didorong dengan berbagai programnya.
Kesemuanya tentu harus menjadi pertimbangan dalam melihat visi dan misi walikota yang akan dipilih. Sekali lagi, dasar rasional bukan transaksional karena pilihan uang dan kepentingan pribadi harus menjadi ijtihad politik.
Sudah barang tentu tidak akan yang bisa menjamin walikota yang sudah secara rasional dipilih akan benar menjalankan amanah. Maka, rekam jejak dan pengalaman akan menjadi jawaban.