Gambar 1. Sosialisasi Pengarusutamaan Gender (PUG)Â
Sawah Besar (30/7/2022) -- Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau yang sering disebut dengan KDRT merupakan salah satu permasalahan mendasar yang menjadi PR besar bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia. Kasus kekerasan mengalami kenaikan pada masa pandemi Covid-19. Kenaikan  tersebut dipicu oleh beberapa faktor di antaranya adalah ketidaksetaraan gender, penurunan ekonomi rasa bosan atau jenuh yang berlebih, tekanan psikologis, dan masih banyak lagi. Sejauh ini, ketidaksetaraan gender masih menjadi faktor utama terjadinya KDRT.
Salah satu daerah yang mengalami tren kenaikan kasus KDRT adalah Kota Semarang. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Semarang, kasus kekerasan yang terjadi pada tahun 2021 berjumlah sebanyak 159 kasus. Jumlah yang cukup banyak dan mengkhawatirkan. Dapat dikatakan bahwa kesadaran masyarakat akan kesetaraan gender dalam berumah tangga masih sangat rendah. Laki-laki yang berposisi sebagai suami biasanya mengambil peran yang lebih banyak atau dominan di sebuah rumah tangga. Peran yang terlalu dominan ini dapat menciptakan pola pikir ekstrim yang membuat suami bebas menjalankan dan mengatur rumah tangga sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa perlu meminta pendapat  atau pandangan istri. Apabila istri melanggar maka suami boleh dengan bebas menghukumnya baik secara batin maupun fisik.
Sangat miris bukan? Ditambah lagi stigma yang dilekatkan kepada korban KDRT biasanya negatif. Orang-orang cenderung langsung menghakimi korban tanpa mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi. Hal ini menambah beban penderitaan bagi korban. Penulis sebagai salah satu mahasiswa KKN Universitas Diponegoro menawarkan upaya lain yang bersifat preventif dan dirasa cukup efektif  untuk mengatasi KDRT di Kota Semarang. Penulis mengadakan sebuah program kerja bertajuk, "Edukasi Pentingnya Kesetaraan Gender dalam Ketahanan Keluarga kepada Masyarakat Kelurahan Sawah Besar."
Program kerja ini merupakan bentuk upaya preventif atau pencegahan KDRT dengan meningkatkan awarness masyarakat akan kesetaraan gender. Sebagai contoh adalah double standard yang kerap dilakukan masyarakat. Seorang ayah yang mengantar anaknya ke sekolah sebelum bekerja akan mendapatkan apresiasi dan banyak pujian. Berbeda dengan Ibu yang sebelum bekerja menyempatkan mengantar anak ke sekolah. Ibu biasanya tidak mendapat apresiasi apapun karena kebanyakan masyarakat menilai bahwa hal tersebut adalah lumrah atau sudah seharusnya. Padahal baik Ayah maupun Ibu sama-sama berhak untuk diapresiasi. Tidak boleh ada standar ganda seperti ini yang berpotensi menjadi bibit-bibit KDRT.
Seperti yang sering didengar bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati maka Penulis optimis bahwa program edukasi ini dapat meminimalisir kasus KDRT yang terjadi. Edukasi ini sendiri memaparkan hak serta kewajiban perempuan sebagai istri dan laki-laki sebagai suami di dalam sebuah bahtera rumah tangga. Selain itu, edukasi ini  mengajak para pihak yang terlibat dalam rumah tangga untuk lebih berani speak up apabila terdapat indikasi KDRT.
Dengan  terlaksananya program kerja ini, penulis berharap dapat mengedukasi masyarakat sehingga implikasinya dapat mencegah terjadinya KDRT serta mendukung program PUG (Pengarusutamaan Gender) di Kelurahan Sawah Besar.
Penulis : Nur Solekhah
Fakultas/Jurusan : FISIP/S-1 Administrasi Publik
Dosen Pembimbing : Ir. R.T.D. Wisnu Broto, M.T.