Mohon tunggu...
Reza Mustafa
Reza Mustafa Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bergiat di gerakan kebudayaan Komunitas Kanot Bu. Bivak Emperom - Banda Aceh.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tentang Panuan

13 April 2011   15:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:50 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sayang, aku sedang panuan

jangan dekat-dekat,  panuan adalah pertanda

hari yang tak baik untuk memadu kasih apalagi bercinta

doakan aku lekas sembuh hingga beberapa minggu nanti

kau bebas menyentuh ...

Jika suatu waktu, itu penyakit kambuh hingga kau berpeluh. Kau mesti sadar bahwa tak ada yang sakit karena penyakit. Bersamaan dengannya kau harus mengerti bahwa seseorang memang harus berpenyakit. Mungkin penyakit akut. Karenanya, kau tak perlu takut. Hanya saja kau mesti bersiap-siap dengan maut.

Sedang di sini, aku menderita panuan. Di pipi kiri dan di leher sebelah kanan. Mukaku juga sedang jerawatan. Jerawat yang kata tukang jual obat bisa disembuhkan hanya dengan sering-sering nonton iklan di televisi. Namun tentu saja tak ada yang salah dengan panu atau jerawat. Kecuali hanya membuatmu sedikit malu atau boleh disebut seseorang yang kumal dan tak tahu malu. Lebih parah lagi, semua orang bilang bahwa panu adalah penyakit. Padahal menurut pengalamanku, panu tak pernah menimbulkan rasa sakit.

Seseorang memang mesti berpenyakit. Siapapun dia. Apakah kamu, aku, dia, mereka, semuanya tentu saja mengidap suatu penyakit. Mungkin penyakit kronis, mungkin juga penyakit lain serupa sipilis, sinusitis, atau bahkan stroke setengah badan yang membuat seseorang yang mengidapnya terlihat tak sedang menanggung beban. Maaf, aku tak sedang mendoakan kalian tentang penyakit yang bukan-bukan. na'udzubillah!

Penyakit tak mengintai dari gelap malam. Penyakit adalah serupa pejantan. Ketika bermaksud menyerang, ia tak pernah menikam lewat belakang. Penyakit adalah serupa teguran. Teguran sebagai akibat atas musabab yang pernah dikerjakan. Seperti aku sekarang ini. Panu yang kuidap, kata seorang teman adalah akibat dari kebiasaanku yang jarang mandi. Kebiasaan buruk yang menimbulkan penyakit memalukan, sambungnya lagi. Hmmm... Terhadap penjelasan aku punya kawan itu, aku lekas-lekas menyela bahwa; tak ada yang salah dengan panuan. Mending mengidap panu dari pada penyakit lain serupa pegal linu. Atau mengidap penyakit tingkat tinggi lain seamsal sinusitis, hepatitis, atau bahkan sipilis. Sekali lagi; na'udzubillah!

Panuan adalah penyakit yang sentimentil, komentar seorang teman perempuan.

Jika kau memang benar-benar sedang sakit. Aku mendoakanmu lekas sembuh. Benar-benar sembuh dan tak pernah kambuh. Tapi perihal penting dari kesembuhan bagi yang baru selamat dari sakit adalah mengerti tentang hakikat penyakit . Penyakit tak mengenal siapa pun. Seorang Nabi pun tak. Tentang perkara ini, kau mungkin ingat kisah Aiyub alaihissalam. Secara global, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah pernah berpesan bahwa; "kebodohan adalah penyakit, obatnya ilmu dan petunjuk. kesesatan adalah penyakit, obatnya kebenaran." Maka penyakit adalah seperti hal wajib untuk diidap oleh siapa pun. Ketika kau mendapati seseorang sehat badan, bisa jadi ia sedang sakit pikiran. Ketika seseorang sehat badan dan sehat pikiran, boleh jadi ia mengidap kebodohan. Ketika seseorang terlihat sehat badan, sehat pikiran, dan terlepas dari penyakit kebodohan, maka mungkin saja ia sedang dalam kesesatan.

Panuan adalah pertanda tentang sesuatu yang membekaskan luka.

"Setiap manusia punya luka; saya sendiri mempunyainya,

Ia hidup terus; luka yang lama ini,

Ia di situ, dalam surat berwarna kuning pucat,

Yang masih terlibat air mata dan darah."

[Roxano dalam "Cyrano", kutipan dari buku Atjeh - H.C. Zentgraaf, hal. 77]

Penyakit -segala macam kadarnya; penyakit badaniah atau penyakit batiniahkah- tentu menyisakan luka pada setiap kesembuhannya. Maka bait sajak di atas adalah sebuah alamat untuk dikaji dan kemudian dimengerti. Mungkin untukku yang sedang panuan ini.

Maka. Ketika suatu waktu, itu penyakit kambuh hingga kau berpeluh. Kau harus sadar bahwa penyakit adalah pertanda. Pertanda buruk yang semestinya kau tak menanggapi dengan lekas-lekas merutuk atau merasa sedang di kutuk. Insaf saja. Toh, semua sudah ada yang tentukan. Kita hanya perlu menimbang, menimang, dan mengarang beberapa rencana. Seperti rencana berobat, misalnya.

Maka.

sayang, aku sedang panuan

jangan dekat-dekat,  panuan adalah pertanda

hari yang tak baik untuk memadu kasih apalagi bercinta

doakan aku lekas sembuh hingga beberapa minggu nanti

kau bebas menyentuh

aku sedang panuan, sayang

kota kita juga

kami mengidap penyakit yang sama

lihatlah, di pipi kanan dan leher sebelah kiri

masih tersisa bekas Kalpanax hingga menimbulkan luka

lihatlah, Banda Aceh kian lusuh serupa tak pernah tersentuh

di wajahnya yang berkeriput ada panu yang tersangkut

tapi tak ada yang peduli untuk mengobati

sekadar mengoleskan obat Kalpanax diwajahnya

orang-orang merasa nyinyir dan geli

maka jangan heran, sayang

ketika suatu saat nanti kau dapati Banda Aceh

basah kuyup serupa orang menanggung junub

sayang, aku ingat benar kata-katamu itu

panuan adalah penyakit sentimentil

hingga untuk mengakuinya saja

aku mesti pura-pura menggigil

Bivak Emperom - Banda Aceh, April 2011.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun