Mohon tunggu...
kiki muntako
kiki muntako Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Istri Tapol G-30-S "disambar Hansip" atau "disambar Koramil"

30 September 2011   09:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:28 10248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Hampir setiap hari-bezuk ada saja keluarga istri-istri yang membawa lebai (penghulu) untuk meminta cerai kepada suaminya. Mungkin karena pelbagai faktor, terutama karena faktor ekonomi dan biologis”(hlm 81). Kebetulan Suparman juga bagian dari kisah tragis perceraian ini. Ia harus bercerai akibat istrinya selingkuh seorang tentara berpangkat letnan dua. Lebih unik lagi jika kisah perceraian itu dihubungkan dengan dunia luar (sumber penyebab) terjadinya perceraian. Menurut Suparman, (hlm 88), di desa-desa, komandan dan atau anak buah Babinsa dan Koramil-yang mata keranjang- merupakan “hantu-hantu” yang mengerikan, karena selalu bergentayangan di siang bolong mencari mangsa istri-istri tapol. Para istri ini menjadi mudah dijadikan bulan-bulanan militer dengan cara diintimidasi karena suaminya menyandang status pemberontak negara.“Biasanya anggota Koramil “menjarah” istri tapol itu kemudian mencampakkannya kembali. Akibatnya banyak “janda-janda korban Koramil” yang namanya di desa menjadi semakin terpuruk, karena di samping menerima tuduhan telah “mengkhianati” suaminya, juga telah menjadi “sampah” Koramil atau Babinsa. “Di kalangan tapol muncul pameo yang mengatakan, jika seorang tapol yang istrinya minta cerai, disebut sebagai “disambar Hansip” atau “disambar Koramil” (hlm 88).

Lima tahun menjadi tahanan Kamp Kebon Waru, Suparman beserta tapol lainnya dibuang ke Pulau Buru,-dengan transit di Pulau Nusakambangan selama 3 bulan. Pulau buru adalah goulaq, tempat pembuangan sekaligus penyiksaan. Menurut Dr Asvi Warman Adam (hlm 4), lebih dari 10.000 orang yang dikategorikan sebagai tapol Peristiwa G-30-S golongan B diangkut dari tempat-tempat penahanan di Pulau Jawa tahun 1969, mereka tidak tahu akan dibawa kemana. Setelah sekitar 10 tahun disiksa dan disuruh kerjapaksa, antara 1978-1979 mereka dipulangkan ke Pulau Jawa karena tekanan internasional terutama pemberian utang Indonesia. Tapi, kepulangan ini bukan berarti bahwa persoalan mereka telah selesai. Keretakan, bahkan pecahnya keluarga, stigmatisasi buruk di masyarakat dan kesulitan mencari nafkah adalah problem utama para tapol.

Dari penggalan kisah tersebut, bahwa tidak saja negeri ini telah dengan hausnya mengorbankan rakyatnya sendiri demi sebuah tahta dan harta. Namun  ternyata masih banyak lagi kisah tragedi di balik peristiwa G30S tersebut, dengan ribuan nyawa melayang maka di balik korban itu maka dia telah meninggalkan seorang Istri dan anak-anaknya yang telah menjadi korban secara tidak langsung.

Banyak sejarah kelam negeri ini masih berselimut kabut belum terungkap pasti hingga saat ini, semoga negeri ini terus mampu belajar dari kegagalan-kegalan masa lalu untuk terus berjuang menjadi negeri yang mampu mensejahterakan seluruh anak negeri. Tragedi G30S merupakan perwujudan sebuah keserakahan dan kebiadaban segelintir orang atas nafsu duniawi. Semoga hanya sejarah itulah dan tidak akan terulang lagi di masa akan datang, dan semoga dengan adanya karya tulis dalam buku ini dapat memberikan wahana yang berbeda atas peristiwa tersebut.

Salam Kompasiana

Terimakasih To; Faiz Manshur

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun